Rasa ingin berbagi dan belajar menjadi inspirasi untuk memulai kehidupan dengan cinta dan kasih sayang. Sehingga dengan demikian tercapailah tujuan hidup manusia. Goresan pena merupakan awal untuk mencapai keindahan walaupun coretan tersebut hanyalah kumpulan goresan dari seorang anak manusia yang sangat fakir akan ilmu! Namun demikian, semoga goresan ini bermamfaat bagi penulis sendiri serta menjadi inspirasi untuk semua.

Kamis, 19 Juli 2012

Perbedaan Pendapat Tentang Penentuan Puasa


Di dalam Islam melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan merupakan salah satu perintah yang diwajibkan oleh Allah SWT, dan puasa di bulan Ramadhan ini juga merupakan salah satu dari rukun Islam. Dalam melaksanakan perintah Allah ini yakni puasa tentu mempunyai syarat dan rukun-rukun tertentu, salah satu dari syarat puasa Ramadhan sebagaimana yang telah kita ketahui bersama adalah, "melaksanakan nya pada bulan Ramadhan". Dewasa ini seiring berkembangnya ilmu pengetahuan serta letak geografis yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya menjadikan penetapan waktu awal ramadhan menjadi berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain, antara satu kelompok dengan kelompok lain dan lain sebagainya. Dengan demikian untuk sekedar mengingatkan atau menjadi informasi yang baru untuk teman-teman maka kami menerbitkan dan menampilkan sedikit banyaknya tentang hal-hal yang berkaitan yang di penentuan awal puasa Ramadhan.
Adapun tulisan dibawah ini di kutip dari tulis sebuah makalah oleh Fitria Hasballah yang merupakan salah satu mahasiswa pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry pada Prodi Pendidikan Agama Islam.

Selamat membaca dan semoga bermamfaat. 


PEBEDAAN PENDAPAT TENTANG PENENTUAN PUASA
Ada 2 metode (cara) untuk menentukan awal puasa yaitu :
Ø  Metode melihat hilal (ru`yatul hilal)
Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa apabila ada yang melihat hilal sendiri, maka ia wajib mengamalkan apa yang dilihatnya itu tanpa membedakan antara hilal ramadhan dan hilal syawal. Barangsiapa yang melihat hilal ramadhan , maka ia wajib berpuasa, sekalipun semua manusia tidak puasa. Dan barangsiapa yang melihat hilal syawal, maka ia wajib berbuka walaupun semua orang dibumi ini masih berpuasa. Tidak membedakan apakah yang melihat itu orang yang adil atau tidak, wanita atau laki-laki. Namun disini ulama berbeda pendapat tentang menentukan puasa bagi orang yang meliht hilal berikut ini adalah perbedaannya :
A.      Hanafi, Maliki, dan Hambali : Bila hilal telah nampak  pada suatu daerah, maka seluruh penduduk berbagai daerah wajib berpuasa, tanpa membedakan antara jauh dan dekat, dan tidak perlu lagi beranggapan adanya perbedaan munculnya hilal .[1] Pendapat mereka berdasarkan dalil yang diriwayatkan oleh Rasulullah:
اخبرنا ابوا اسحاق الفقيه اخبرنا ابوا النضر اخبرنا ابوا جعفر بن سلمة حدثناالمزنى حدثنا الشافعى اخبرنا مالك بن انس عن نافع عن ابن عمر : ان رسول الله صلى الله عليه وسلم, ذكررمضان فقال : لا تصوم حتى تروالهلال ولا تفتروا حتى تروالهلال فان غم عليكمززفاقدروا له.
maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal, jangan pula berhenti puasa hingga kalian melihatnya. Apabila kalian tidak melihatnya karena tertutup awan, maka hitunglah bulan itu” [2]

Dalil tentang melihat hilal suarah al-baqarah : 185
 4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù (
“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”
Share:

Rabu, 04 Juli 2012

Kesaksian dalam Talak


2.1 Pendapat Ulama tentang Kesaksian dalam Talak
Mazhab yang empat tidak mengisyaratkan akan adanya saksi didalam talak, adapun keempat mazhab tersebut adalah mazhab Syafi’I, Maliki, Hambali, dan Hanafi. Namun demikian mazhab Imamiah berpendapat bahwa harus ada saksi didalam talak, dan saksi merupakan rukun dari pada talak.
Para ulama mazhab Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariah dan Ismailiyyah mengatakan bahwa, talak tidak dianggap jatuh bila tidak disertai dua orang saksi laki-laki yang adil.[1] Hal tersebut berdasarkan surat Al-Quran surat At-Thalak ayat yang berbunyi:
#sŒÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& £`èdqä3Å¡øBr'sù >$rã÷èyJÎ/ ÷rr& £`èdqè%Í$sù 7$rã÷èyJÎ/ (#rßÍkô­r&ur ôursŒ 5Aôtã óOä3ZÏiB (#qßJŠÏ%r&ur noy»yg¤±9$# ¬! 4 öNà6Ï9ºsŒ àátãqム¾ÏmÎ/ `tB tb%x. ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 `tBur È,­Gtƒ ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøƒxC ÇËÈ
Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (At-Thalak: 2).
Sehingga dengan adanya dua orang saksi yang adil di dalam talak akan mempersulit untuk melaksanakan talak itu sendiri sehingga dengan demikian memungkinkan pasangan suami istri untuk mengurungkan niat mereka untuk melaksanakan proses bercerai. Sebagaimana yang disebutkan oleh Makinudin di dalam ringkasan disertasi-nya bahwa, “kedatangan para saksi yang adil tidak akan sunyi dari nasihat yang baik, yang dapat mencegah suami istri melakukan talak sehingga keduanya mendapat jalan keluar dari terjadinya talak, yang merupakan suatu perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah.[2]
Sedangkan menurut jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf (tradisional dan modern) berpendapat, bahwa talak itu sah tanpa ada saksi. Karena hal itu merupakan hak orang laki-laki (suami). Tidak ada nash yang menetapkan adanya saksi dalam talak. Allah SWT sendiri telah memberikan hak talak berada di tangan laki-laki (suami) dan bukan wanita (istri), sebagaimana firmannya. Al-Ahzab : 49.

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ÞOçFóss3tR ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br&  Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`ÎgøŠn=tæ ô`ÏB ;o£Ïã $pktXrtF÷ès? ( £`èdqãèÏnGyJsù £`èdqãmÎhŽ| ur %[n#uŽ|  WxŠÏHsd ÇÍÒÈ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah[3] dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya. (Al-Ahzab: 49)
Selain surat Al-Ahzab tersebut adapula surat Al-Baqarah ayat 231 yang menyatakan tidah perlu adanya saksi di dalam talak sebagai berikut:
#sŒÎ)ur ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# z`øón=t6sù £`ßgn=y_r&  Æèdqä3Å¡øBr'sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& £`èdqãmÎhŽ|  7$rã÷èoÿÏ3 4 Ÿwur £`èdqä3Å¡÷IäC #Y#uŽÅÑ (#rßtF÷ètGÏj9 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ ôs)sù zOn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 Ÿwur (#ÿräÏ­Fs? ÏM»tƒ#uä «!$# #Yrâèd 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ !$tBur tAtRr& Nä3øn=tæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# ÏpyJõ3Åsø9$#ur /ä3ÝàÏètƒ ¾ÏmÎ/ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqãKn=ôã$#ur ¨br& ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÌÊÈ
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah: 231)
Dengan demikian, talak itu merupakan hak bagi yang menikahi (suami) dan juga mempunyai hak untuk mempertahankannya, yaitu melalui proses rujuk. Demikian dikata oleh ibnu qayyim.[4]
Namun demikian menurut Imam Syafi’I dan Hanifah sebagaimana M. Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya bahwa persaksian terhadap talak ini, “Memahaminya dalam perintah sunnah”. Dan dari riwayat yang lain yang dinisbahkan kepada Imam Syafi’I, Ahmad, dan Malik bahwa,“Perintah itu sebagai perintah wajib untuk rujuk dan bukan untuk perceraian”.[5]


[1]  Muhammad Jawad Mughniyah, Al-Fiqh,,,,,,,,. hal 448-449.
[2]  Makinudin, Pandangan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Ikrar Talak di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Ke-Islam-an Konsentrasi Pemikiran Islam, (Program Pasca Sarjana S3 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya: 2011), hal 14-15.
[3] Yang dimaksud dengan mut'ah di sini pemberian untuk menyenangkan hati isteri yang diceraikan sebelum dicampuri.
[4] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Al-Jami’ Fii Fiqhi An-Nisa’, penerj: M. Abdul Goffar E.M, (Beirut-Lebanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1998), Cet. 1, hal. 447.
[5]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), Jilid 14, hal 296. 
Share:

Blogger Themes

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Blogger Tricks

BTemplates.com