BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Syiah
Menurut
bahasa Syi’ah berarti pengikut,
pendukung, partai, atau kelompok,
sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam spiritual
dan keagamaanya selalu merujuk pada
keturunan Nabi Muhammad SAW, atau orang yang disebut sebagai ahl al-bait.[1]
Syi’ah juga dapat diartikan, kelompok masyarakat yang menjadi pendukung Ali ibn
Abi Thalib[2],
yang mana beliau dianggap sebagai imam dan khalifah oleh mereka yang ditetapkan
melalui Nash dan wasiat dari Rasulullah.
Thabathbai
mengatakan bahwa istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut
Ali (Syi’ah Ali).[3]
Menurut bahasa Arab Syi’ah Ali bermakna “pengikut Ali”, sedangkan menurut
istilah Syi’ah Ali adalah kaum yang beri’tiqat bahwa saidina Ali Kw adalah
orang yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi.[4]
2.
Latar
Belakang Munculnya Syi’ah
Mengenai
kemunculan Syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat dikalangan para
ahli. Menurut Abu Zahrah Syi’ah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Usman
bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib.[5]
Adapun menurut Watt, Syi’ah baru
benar-benar muncul ketika pecahnya perperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang
dikenal dengan perang Siffin.
Kalangan
Syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah
pergantian khilafah Nabi SAW. Mereka
menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Ustman bin Affan, mereka
beranggapan bahwa hanya Ali bin Abi Thalib yang pantas menggantikan Rasulullah
SAW. Hal tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat Rasulullah semasa hidupnya
antara lain;
a.
Ketika pada awal islam mendakwahkan
ajarannya secara terang-terangan kesempatan itu disebut da’wat dzul asyirah (dakwah kepada karib kerabat). Meminjam
kata-kata Rev Sale, Nabi SAW bersabda: “Tuhan
telah memerintahkanku untuk mengajak kalian kepadanya, siapa diantara kalian
yang ingin membantuku berdakwah dan menjadi penerusku?”[6]
sebagian besar mereka yang datang menolak dan membenci ajakan itu, akan tetapi
saat itu Ali bangkit dan mengatakan bersedia menolong Rasul SAW, sehingga
Rasulullah memeluk Ali.
b.
Peristiwa ketika Ali memperoleh
kemenangan pada perang Khaybar, Rasulullah berkata: “Engkau adalah bagianku dan aku adalah bagianku, kau akan mewariskanku…
engkau bagiku bagaikan Harun bagi Musa as. Engkau akan paling dekat denganku di
hari kiamat dan paling dekat denganku di telaga kausar. Permusuhan terhadapmu
adalah permusuhan terhadapku, perang melawanmu adalah perang melawanku.
Keimanan yang kau miliki sebanyak keimananku. Kau adalah gerbang bagiku”.[7]
Tidak ada kata-kata yang lebih jelas, tegas, kuat, serta fasih dari pada kata
tersebut dan Rasulullah tidak pernah mengatakan kata-kata itu untuk selain Ali
r.a.
c.
Peristiwa perang Tabuk menjadi
bukti ketiganya, Rasulullah SAW mempercayai Ali dan mengangkatnya sebagai
pengawal utama untuk mempertahankan benteng terakhir pertahanan pasukan islam
dan menyukseskan dakwahnya. Nabi SAW bersabda: “Ya Ali tidak ada yang mampu menjaga negeri muslim selain dirimu dan aku”.[8]
d.
Dan peristiwa Ghadir Khumm menjadi salah satu bukti yang mengesahkan Ali sebagai
penerus Rasulullah dan penggantinya dihadapan masa yang penuh sesak yang
menyertai beliau.[9]
Demikianlah
sedikit banyaknya tentang isyarat-isyarat Rasulullah yang menyatakan bahwa
Ali.ra. adalah penerusnya, dan masih banyak isyarat lainnya yang menyatakan
Ali.ra sebagai penerus Nabi SAW.
Akan
tetapi ketika Rasulullah wafat, Ali tidak menjadi khalifah atau penerus Nabi
SAW, karena berlawanan dengan harapan mereka maka muncullah sikap di kalangan
kaum muslimin yang menentang kekhalifahan, mereka berpendapat bahwa pengganti
Nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Inilah yang kemudian disebut
sebagai Syia’ah.[10]
[1] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung,2003.
Hal 89
[2]
Asywadie Syukur, Al-Milal Wa
Al-Nihal, PT Bina Ilmu, Surabaya,2005. Hal 124
[3]
Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu
Kalam, Pustaka Setia, Bandung,2003. Hal 89
[4]
K.H. Siradjuddin Abbas, I’itiqad
Ahlussunnah Wal-Jama’ah, Jakarta. 2001. Hal 92
[5] Abdul
Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,
Pustaka Setia, Bandung,2003. Hal 90. Lihat Muhammad Abu Zahra, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,
terj Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Logos, Jakarta, 1996. Hal 34
[6]
Syed M. Askari Jafari, Gold
Profile of Imam Ali, Pustaka IIMan, Depok,2007. Hal 99
[7]
Ibid. Hal 100
[8]
Ibid. Hal 102. Lihat Mustadrak Hakim; Isti’ab, Allama ibn Abdul Barr; Izzalatul
Khifa, Shah Waliyullah; kanzul Ammal,
Allama Ali Muttaqin; Tazkiratul Khawasul A’aimma,
Sibt ibn Jawzi.
[9]
Abdul
Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,
Pustaka Setia, Bandung,2003. Hal 90
[10] Ibid. Hal 91
0 komentar:
Posting Komentar
saya masih belajar mohon maaf bila bnyak salah dan kekurangan.