Rasa ingin berbagi dan belajar menjadi inspirasi untuk memulai kehidupan dengan cinta dan kasih sayang. Sehingga dengan demikian tercapailah tujuan hidup manusia. Goresan pena merupakan awal untuk mencapai keindahan walaupun coretan tersebut hanyalah kumpulan goresan dari seorang anak manusia yang sangat fakir akan ilmu! Namun demikian, semoga goresan ini bermamfaat bagi penulis sendiri serta menjadi inspirasi untuk semua.

Jumat, 18 Mei 2012

Dilarang Bersedekah

Dilarang Bersedekah
Pengemis bukan-lah pemandangan yang biasa lagi bagi masyarakat kota Banda Aceh dan sekitar-nya kemanapun anda melangkah anda pasti akan menemukan para pengemis yang meminta belas kasih dengan berbagai alasan dan gaya masing-masing dengan tujuan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Media di Aceh dan luar Aceh sangat banyak memuat berita tentang banyaknya pengemis di Aceh diantaranya adalah Waspada Online dengan judul berita “Pengemis Menjamur di Banda Aceh” tertanggal Selasa 23 Agustus 2011 01:23. Selain itu OkeZone.com juga memuat berita yang berjudul, “Duh, Menjamurnya Pengemis di Kutaraja” tertanggal Jum'at, 26 Agustus 2011 03:46 wib.Dan banyak media lain-nya yang menggambarkan banyaknya pengemis yang berkeliaran di Aceh khususnya Banda Aceh.
Fenomena tersebut tentu sangat memalukan nama baik Aceh dimana Aceh diyakini merupakan salah satu daerah terkaya di Indonesia, dengan berbagai sumber daya alam-nya. Selain itu sebagai daerah yang satu-satunya di Indonesia yang menerapkan Syariat Islam sangat tidak wajar dan memalukan dimana sebagian besar masyarakat-nya beragama Islam dimana Islam sendiri secara tegas melarang umat-nya untuk mengemis baik melalui Al-Quran maupun Hadist Rasullullah Saw.
Dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya meminta-minta sama seperti seseorang menggores wajahnya sendiri kecuali jika dia meminta kepada penguasa atau meminta karena darurat”. (Sunan Turmudzi: 2/65 no: 681 dan dia berkata: Hadits hasan shahih).[1]
Berdasarkan hadist yang tersebut diatas bahwasanya Rasulullah Saw telah melarang umat Islam untuk meminta-minta terkecuali memang benar-benar dalam keadaan darurat. Meminta-minta merupakan pekerjaan yang sangat hina dan pekerjaan ini sangat tidak di-ridhoi oleh Allah Swt, tidak ada alasan untuk seseorang mengemis atau meminta-minta melainkan orang yang melaksanakan perbuatan tersebut adalah pemalas.
Semua orang Islam didunia juga mengetahui bahwasanya perbuatan meminta-minta merupakan perbuatan yang tidak baik, namun demikian apa yang terjadi di dalam realita kehidupan, tidak sedikit masyarakat Islam didunia khusus-nya Aceh yang ingin mengumpulkan harta dengan mudah dan cepat tanpa harus bekerja dengan jalan mengemis serta memelas kasih kepada orang lain. Padahal Rasulullah telah bersabda dalam hadist-nya untuk meminta-minta demi untuk menjadi kaya karena-nya, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah.          Dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu bahwa Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meminta-minta harta orang lain untuk dikumpulkannya maka sungguh dia telah meminta bara api jahannam, maka hendaklah dia mempersedikitnya atau memperbanyaknya”.(Shahih Muslim: 2/720 no: 1041).[2]
Tumbuh suburnya pengemis di seluruh Indonesia khusus-nya di Aceh terutama Kota Banda Aceh tidak dapat dipisahkan dari partisipasi para dermawan yang senantiasa selalu memberi dan membantu para pengemis yang datang pada mereka, dengan alasan karena kasihan, merasa iba dan lain sebagainya.
Memberi sedekah kepada pengemis memang benar dianjurkan dalam Islam, karena menurut Islam sebagian harta orang Islam terdapat harta para fakir miskin sebagaimana ayat Al-Quran berikut:
þÎÇÊÒÈ    
Artinya:
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Az-Dzariyat: 19).[3]
ÏÇËÐÌÈ
Artinya:
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya Karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui. (Al-Baqarah: 273).
Namun demikian sebagai seorang yang bijak, kita harus selalu selektif untuk memberi segala sesuatu kepada orang lain, terutama kepada pengemis yang banyak tersebar dimana-mana yang sangat menganggu dan meresahkan masyarakat dengan mimik wajah sedih mereka serta baju robek yang kumuh untuk memikat mangsa.
Share:

Rabu, 09 Mei 2012

HABA PEU INGAT (Renungan)



ketika anda muda seakan anda ingin hidup untuk selama nya di dunia karena banyak cinta di sana, akan tetapi ketika anda menua dimana anak-anak anda sudah mulai lupa dengan anda ketika pendamping hidup anda telah tiada, di saat cinta tidak berpihak pada anda, di kala itu lah anda seakan bosan dengan kehidupan dunia. 
Pada saat itulah air mata anda akan menetes, di kala anda mengenang masa-masa ketika anda muda, dimana kala itu anda masih sehat, tampan, cantik, dan seakan dunia milik anda di tambah dengan cinta yang selalu berpihak pada anda, akan tetapi di masa-masa keemasan tersebut anda melupakan suatu tugas dari sang khalik, yaitu beriman kepadanya dengan cara menjalani segala perintah nya serta menjauhi semua larangan nya.
Anda sering mendengar tentang ungkapan "dunia adalah persinggahan", dimana manusia ibarat penumpang di dalam sebuah kapal yang sedang berlayar dan kemudian dimana kapal tersebut berlabuh sejenak, dan memberi kesempatan pada para penumpang untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya, tempat tersebut adalah dunia, akan tetapi banyak diantara anda yang mengabaikan serta melupakan-nya, ketika anda diberi kesempatan itu anda menyia-nyiakan nya, hingga saat di mana waktu yang diberi telah usai, dan anda belum mengumpulkan bekal apa pun untuk bekal perjalanan anda, namun apalah yang hendak di lakukan, kala itu anda sudah harus melanjutkan perjalan, mau tidak mau anda melangkah dan melanjutkan perjalan anda dengan wajah murung dan air mata berlinang karna penyesalan menyelimuti diri anda. dan ketika itu tiada yang dapat membantu anda.!! dan anda di golongkan kedalam orang yang merugi., 
diri pribadi tidak terkecuali sudah barang tentu tidak ingin merugi di dunia maupun di akhirat, tapi apa yang sudah anda lakukan untuk mengantisipasi terjadi nya kerugian pada jati diri anda sehingga mengakibatkan kehidupan anda menjadi merana serta melarat.!! Berpegang kepada kitab Al-Quran dan Al-Hadis merupakan pilar yang utama yang sudah tentu setiap umat muslim mengetahuinya, walaupun terkadang mereka lupa akan hal tersebut.
kemudian tidak terlepas dari penguasaan serta penerapan nilai-nilai keislaman di dalam kehidupan dengan hidup berdasarkan rukun islam, yang mana rukun islam adalah 5 subtansi yang menggambarkan ciri khas umat islam dimana pun ia berada;
  1. mengucap 2 kalimat syahadat
  2. sembahyang / sholat sehari semalam 5 waktu
  3. puasa di bulan ramadhan
  4. membayar zakat
  5. serta naik haji ke baitullah (mekah dan madinah) bagi orang yang mampu*.
ketika ke 5 substansi tersebut telah terpenuhi maka anda akan benar-benar menjadi islam sejati dan insya allah anda akan hidup bahagia dunia akhirat, serta menjadi penenang hati yang sedang gundah, obat hati bagi hati yang terluka, pendingin bagi jiwa yang panas, dan penetral untuk pikiran yang tidak sehat.
di dalam Islam juga mempunyai 6 jalan menuju keimanan yang indah menurut islam, ke 6 jalan tersebut lebih dikenal di dalam islam dengan rukun iman,yaitu;
  1. percaya kepada allah
  2. percaya kepada malaikat
  3. percaya kepada rasul
  4. percaya kepada kitab
  5. percaya kepada hari kiamat
  6. percaya qada dan qadar yang telah di tentukan allah.
Ketika anda memiliki ke 6 pilar tersebut telah terpenuhi dikala itulah hidup semakin indah dimana jiwa anda insya allah akan selalu tenang, hidup anda akan bahagia walau anda tidak mempunyai harta melimpah, dan jabatan yang tinggi, karena seindah-inda kebahagiaan adalah keimanan yang kokoh.
Share:

Selasa, 08 Mei 2012

Pengertian Peradilan, Pengadilan dan Peradilan Agama


Berikut akan ditampilkan dua model atau dua macam bentuk timbangan, timbangan pertama adalah timbangan tempo dulu yang amat sangat "jadul" dimana diyakini keakuratan dari pada hasil timbangan sangat lemah atau dapat dikatakan margin error- sebesar 1-2%.
Selanjutnya timbangan kedua adalah timbangan digital, atau timbangan laboratorium yakni timbangan yang kerap digunakan dan terdapat di laboratorium, khususnya laboratorium kimia. dimana timbangan jenis ini keakuratan dari pada hasil timbangan sangat valid, tepat, dan cepat. 

demikian sekilas penjelasan tentang timbangan, dimana para pembaca dapat membaca tentang masalah ini lebih lanjut pada tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan timbangan.
Di Indonesia atau mungkin dieluruh dunia keadilan ditandai atau dilambangkan dengan timbangan yang berbentuk jadul, sebagaimana yang telah disebutkan diatas timbangan tersebut sangat tidak akurat sehingga hasil dari timbangan juga ikut terpengaruh. Demikian pula bila dibawa kedalam kondisi dan situasi pengadilan sehingga hasil pengadilan di Indonesia khusus-nya selalu tidak berpihak dan dianggap tidak adil, menurut hemat penulis ini merupakan dampak dari pada pemakaian lambang dan simbul yang tidak sesuai yang mana sebuah lambang tersebut dapat mempunyai makna filosofis yang tinggi sehingga membawa dampak psikologis yang sangat berarti.

Sehingga apabila masyarakat ingin mendapat hasil pengadilan yang adil sebagaimana timbangan digital mendapat hasil dari pada timbangan-nya maka pemerintah mesti mengganti timbangan "jadul" menjadi timbangan "digital".
 
Sebelum membahas tentang "timbangan" lebih lanjut ada baik-nya penulis sedikit membahas tentang peradilan, pengadilan yang dikutip dari sebuah makalah, sebagai berikut: 






 Pengertian Peradilan, Pengadilan dan Peradilan Agama


Dalam kamus Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara peradilan.[1] Peradilan juga dapat diartikan suatu proses pemberian keadilan disuatu lembaga.[2] Dalam kamus Bahasa Arab disebut dengan istilah qadha yang berarti menetapkan, memutuskan, menyelesaikan, mendamaikan. Qadha menurut istilah adalah penyelesaian sengketa antara dua orang yang bersengketa, yang mana penyelesaiannya diselesaikan menurut ketetapan-ketetapan (hukum) dari Allah dan Rasul. Sedangkan pengadilan adalah badan atau organisasi yang diadakan oleh negara untuk mengurus atau mengadili perselisihan-perselisihan hukum.[3]
Peradilan Agama adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum agama Islam kepada orang-orang Islam yang dilakukan di Pengadilan agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Sebagai lembaga peradilan, peradilan agama dalam bentuknya yang sederhana berupa tahkim,  yaitu lembaga penyelesaian sengketa antara orang-orang Islam yang dilakukan oleh para ahli agama, dan telah lama ada dalam masyarakat indonesia yakni sejak agama islam datang ke Indonesia.
Peradilan disyari’atkan di dalam Al Quran dan hadits Nabi. Sebagaimana dijelaskan di dalam Al Quran surah al-Maidah ayat 49 :


“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang Telah diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”.

Dan hadits yang menunjukkan pensyari’atan peradilan adalah :
إِذَا حَكَمَ اْلحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجْوَانِ، وَاِذَاحَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ
اَخْطَاءَ فَلَهَ اَجْرٌ
“Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ia benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila ia berijtihad namun salah, maka ia memperoleh satu pahala”.[4]

Note: Dikutip dari makalah Materi PAI II pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry, yang berjudul Peradilan Dalam Islam, yang disusun oleh Nur Raihani dan Jumiati.

[1] Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 2.
[2] Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005), hal. 278.
[3] Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia…, hal. 3.
[4] Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al Wajiz, (Bogor: Daar Ibnu Rajab, 2001), hal. 776.

Share:

Selasa, 01 Mei 2012

Bank dan Bunga-nya bag.2


************
Mayoritas masyarakat khususnya masyarakat Islam meyakini bahwasanya Bunga Bank dikatagorikan kedalam Riba hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya pendapat para fuqaha’ dan ulama, yang menyatakan dan menfatwa bahwa bunga dan riba adalah sama dan dinyatakan haram. Hal tersebut senada dengan ayat Al-Quran surat Al-Baqarah, (2: 278-279) yang berbunyi:

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Al-Baqarah, 2: 278-279).
 Dan hal tersebut juga dipertegas oleh fatwa ulama dan fuqaha’ yang tersebut di dalam keputusan lembaga Islam Internasional diantaranya:
·         Dewan studi Islam  Al-Azhar, Cairo, dalam konferensi DSI Al-Azhar, Muharram 1385 H/Mei 1965 M, memutuskan bahwa “Bunga dalam segala bentuk pinjaman adalah Riba yang diharamkan”.
·         Keputusan Mukhtamar Bank Islam II, Kuwait, 1403 H/1983 M.
·         Majma’ Fiqh Islam, Organisasi Konferensi Islam, dalam keputusan No. 10 majelis Majma’ Fiqh Islami, pada konferensi OKI ke II, Jeddah - Arab Saudi 10-16 Rabi’utsani 1406 H / 22-28 Desember 1985 M, memutuskan bahwa: “Seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo dan nasabah tidak mampu membayarnya, demikian tambahan (atau bunga) atas pinjaman dari permulaan perjanjian adalah dua gambaran dari riba yang diharamkan secara syariah.
·         Rabithah Alam Islami, dalam keputusan No. 6 sidang ke-9, makkah 12-19 Rajab 1406 H, memutuskan bahwa “bunga bank yang berlaku dalam perbangkan konvensional adalah riba yang diharamkan”.
·         Jawaban Komisi Fatwa Al-Azhar, 28 Februari 1988.[1]
Selain dalam lembaga islam internasional, lembaga-lembaga islam dalam negeri ataupun nasional juga pernah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bunga bank adalah haram, diantaranya adalah:
·         Nahdatul Ulama, pada Bahtsul Masail, Munas Bandar Lampur, 1992.
·         Majelis Ulama Indonesia, pada lokakarya Alim Ulama, Cisarua 1991.
·         Lajnah ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, pada Silaknas MUI, 16 Desember 2003
·         PP Muhammadiyah, Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah no.8, Juni, 2006. Diumumkan pada Rakernas dan Bussiness Ghatering Majelis Ekonomi Muhammadiyah, 19-21 Agustus 2006.[2]
Kemudian Ascarya menambahkan, bahwa ada berbagai pihak dengan berbagai argumentasi menyatakan bahwa bunga tidak sama dengan riba. Menurut beliau setidaknya ada Sembilan pendapat yang mereka kemukakan, diantaranya:
·         Boleh mengambil bunga karena darurat. Namun, kondisi darurat tidak terpenuhi karena menyimpan uang tidak harus di bank. Selain itu, sekarang lembaga keuangan syariah telah tersebar hampir diseluruh pelosok bumi.
·         Pada tingkat wajar, tidak mengapa bunga dibebankan. Namun tingkat bunga yang wajar sangat subjektif tergantung waktu, tempat, jangka waktu, serta jenis dan skala usaha.
·         Opportunity lost yang ditanggung pemilik dana disebabkan penggunaan uang oleh pihak lain. Namun, di dunia ini tidak ada yang bisa memastikan seseorang akan berhasil atau tidak.
·          Bunga untuk konsuntif dilarang, tetapi untuk produktif dibolehkan. Namun, produksi pada dasarnya adalah konsumsi barang-barang modal dan konsumsi itu sebenarnya memproduksi zat lain, seperti energy dan kerja.
·         Uang sebagai komoditi; karena itu ada harganya, dan harga uang itu adalah bunga (Boehm-Bowerk). Namun, uang tidak dapat disamakan sebagai komoditi karena tidak memenuhi sifat barang dan jasa sehingga tidak dapat dijual atau disewakan. Uang hanya merupakan alat tukar.
·         Bunga sebagai penyeimbang laju imflasi. Namun, tingkat inflasi dapat mencapai nol atau negatif (deflasi) sehingga alas an itu tidak relevan.
·         Bunga sebagai upah menunggu (Abstinence Concept, senior, Irving Fisher). Namun, motif menitipkan uang selain keuntungan juga karena keamanan dan likuiditas.
·         Nilai uang sekarang lebih besar dari pada nilai uang masa depan (Time Value of Money). Namun, nilai uang dapat turun, tetap, atau naik (seperti butir ke 6).
·         Dizaman Nabi tidak ada bank, dan bank bukan Syakhsiyyah Mukallafah (yang terkena kewajiban menjalankan hokum syariah). Namun, hokum syariah meliputi semua sendi kehidupan manusia.[3]
Dari argumentasi diatas yang menyatakan bahwa bunga tidak sama dengan riba semua memakai kata hubung “namun” untuk membatasi ruang lingkup dari upaya membolehkan bunga bank. Dengan kata lain argumentasi diatas secara tidak langsung menyatakan bahwa pendapat tentang bunga bank tidak termaksud riba adalah lemah. Dalam kamus bahasa Indonesia kata “namun” berarti kata penghubung antar kalimat untuk menandai perlawanan.[4]

*Paper ini disampaikan pada mata kuliah Masail Fiqiyah di IAIN AR-RANIRY dengan judul BANK, BUNGA, HADIAH, HIBAH DAN SOGOK DALAM ISLAM yang disusun oleh RESTU ANDRIAN dan SAFRIZAL, serta dibimbing dan di fasilitator oleh Musradinur. SPd.I, M.S.I


[1]               Ascarya, Akad &…….., Hal.15
[2]               Ibid. Hal 15-16.
[3]               Ascarya, Akad &…….., Hal.16-17
[4]               Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar……, Hal.773
Share:

Blogger Themes

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Blogger Tricks

BTemplates.com