Rasa ingin berbagi dan belajar menjadi inspirasi untuk memulai kehidupan dengan cinta dan kasih sayang. Sehingga dengan demikian tercapailah tujuan hidup manusia. Goresan pena merupakan awal untuk mencapai keindahan walaupun coretan tersebut hanyalah kumpulan goresan dari seorang anak manusia yang sangat fakir akan ilmu! Namun demikian, semoga goresan ini bermamfaat bagi penulis sendiri serta menjadi inspirasi untuk semua.

Selasa, 01 Mei 2012

Bank dan Bunga-nya bag.2


************
Mayoritas masyarakat khususnya masyarakat Islam meyakini bahwasanya Bunga Bank dikatagorikan kedalam Riba hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya pendapat para fuqaha’ dan ulama, yang menyatakan dan menfatwa bahwa bunga dan riba adalah sama dan dinyatakan haram. Hal tersebut senada dengan ayat Al-Quran surat Al-Baqarah, (2: 278-279) yang berbunyi:

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Al-Baqarah, 2: 278-279).
 Dan hal tersebut juga dipertegas oleh fatwa ulama dan fuqaha’ yang tersebut di dalam keputusan lembaga Islam Internasional diantaranya:
·         Dewan studi Islam  Al-Azhar, Cairo, dalam konferensi DSI Al-Azhar, Muharram 1385 H/Mei 1965 M, memutuskan bahwa “Bunga dalam segala bentuk pinjaman adalah Riba yang diharamkan”.
·         Keputusan Mukhtamar Bank Islam II, Kuwait, 1403 H/1983 M.
·         Majma’ Fiqh Islam, Organisasi Konferensi Islam, dalam keputusan No. 10 majelis Majma’ Fiqh Islami, pada konferensi OKI ke II, Jeddah - Arab Saudi 10-16 Rabi’utsani 1406 H / 22-28 Desember 1985 M, memutuskan bahwa: “Seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo dan nasabah tidak mampu membayarnya, demikian tambahan (atau bunga) atas pinjaman dari permulaan perjanjian adalah dua gambaran dari riba yang diharamkan secara syariah.
·         Rabithah Alam Islami, dalam keputusan No. 6 sidang ke-9, makkah 12-19 Rajab 1406 H, memutuskan bahwa “bunga bank yang berlaku dalam perbangkan konvensional adalah riba yang diharamkan”.
·         Jawaban Komisi Fatwa Al-Azhar, 28 Februari 1988.[1]
Selain dalam lembaga islam internasional, lembaga-lembaga islam dalam negeri ataupun nasional juga pernah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bunga bank adalah haram, diantaranya adalah:
·         Nahdatul Ulama, pada Bahtsul Masail, Munas Bandar Lampur, 1992.
·         Majelis Ulama Indonesia, pada lokakarya Alim Ulama, Cisarua 1991.
·         Lajnah ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, pada Silaknas MUI, 16 Desember 2003
·         PP Muhammadiyah, Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah no.8, Juni, 2006. Diumumkan pada Rakernas dan Bussiness Ghatering Majelis Ekonomi Muhammadiyah, 19-21 Agustus 2006.[2]
Kemudian Ascarya menambahkan, bahwa ada berbagai pihak dengan berbagai argumentasi menyatakan bahwa bunga tidak sama dengan riba. Menurut beliau setidaknya ada Sembilan pendapat yang mereka kemukakan, diantaranya:
·         Boleh mengambil bunga karena darurat. Namun, kondisi darurat tidak terpenuhi karena menyimpan uang tidak harus di bank. Selain itu, sekarang lembaga keuangan syariah telah tersebar hampir diseluruh pelosok bumi.
·         Pada tingkat wajar, tidak mengapa bunga dibebankan. Namun tingkat bunga yang wajar sangat subjektif tergantung waktu, tempat, jangka waktu, serta jenis dan skala usaha.
·         Opportunity lost yang ditanggung pemilik dana disebabkan penggunaan uang oleh pihak lain. Namun, di dunia ini tidak ada yang bisa memastikan seseorang akan berhasil atau tidak.
·          Bunga untuk konsuntif dilarang, tetapi untuk produktif dibolehkan. Namun, produksi pada dasarnya adalah konsumsi barang-barang modal dan konsumsi itu sebenarnya memproduksi zat lain, seperti energy dan kerja.
·         Uang sebagai komoditi; karena itu ada harganya, dan harga uang itu adalah bunga (Boehm-Bowerk). Namun, uang tidak dapat disamakan sebagai komoditi karena tidak memenuhi sifat barang dan jasa sehingga tidak dapat dijual atau disewakan. Uang hanya merupakan alat tukar.
·         Bunga sebagai penyeimbang laju imflasi. Namun, tingkat inflasi dapat mencapai nol atau negatif (deflasi) sehingga alas an itu tidak relevan.
·         Bunga sebagai upah menunggu (Abstinence Concept, senior, Irving Fisher). Namun, motif menitipkan uang selain keuntungan juga karena keamanan dan likuiditas.
·         Nilai uang sekarang lebih besar dari pada nilai uang masa depan (Time Value of Money). Namun, nilai uang dapat turun, tetap, atau naik (seperti butir ke 6).
·         Dizaman Nabi tidak ada bank, dan bank bukan Syakhsiyyah Mukallafah (yang terkena kewajiban menjalankan hokum syariah). Namun, hokum syariah meliputi semua sendi kehidupan manusia.[3]
Dari argumentasi diatas yang menyatakan bahwa bunga tidak sama dengan riba semua memakai kata hubung “namun” untuk membatasi ruang lingkup dari upaya membolehkan bunga bank. Dengan kata lain argumentasi diatas secara tidak langsung menyatakan bahwa pendapat tentang bunga bank tidak termaksud riba adalah lemah. Dalam kamus bahasa Indonesia kata “namun” berarti kata penghubung antar kalimat untuk menandai perlawanan.[4]

*Paper ini disampaikan pada mata kuliah Masail Fiqiyah di IAIN AR-RANIRY dengan judul BANK, BUNGA, HADIAH, HIBAH DAN SOGOK DALAM ISLAM yang disusun oleh RESTU ANDRIAN dan SAFRIZAL, serta dibimbing dan di fasilitator oleh Musradinur. SPd.I, M.S.I


[1]               Ascarya, Akad &…….., Hal.15
[2]               Ibid. Hal 15-16.
[3]               Ascarya, Akad &…….., Hal.16-17
[4]               Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar……, Hal.773
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

saya masih belajar mohon maaf bila bnyak salah dan kekurangan.

Blogger Themes

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Blogger Tricks

BTemplates.com