Rasa ingin berbagi dan belajar menjadi inspirasi untuk memulai kehidupan dengan cinta dan kasih sayang. Sehingga dengan demikian tercapailah tujuan hidup manusia. Goresan pena merupakan awal untuk mencapai keindahan walaupun coretan tersebut hanyalah kumpulan goresan dari seorang anak manusia yang sangat fakir akan ilmu! Namun demikian, semoga goresan ini bermamfaat bagi penulis sendiri serta menjadi inspirasi untuk semua.

Kamis, 05 Desember 2013

ASAL USUL BANGSA KURDI



Suku Kurdi adalah nama anggota kelompok etnik yang menghuni pegunungan Taurus di sebelah timur Anatolia dan Pegunungan Zegros di sebelah barat Iran, utara Irak, dan daerah sekitarnya. Kebanyakan orang Kurdi di wilayah yang saling berhubungan di Iran, Irak, dan Turki, yakni kawasan yang umumnya dikaitkan dengan Kurdistan (negeri orang Kurdi), juga di Khurasan di timur laut Iran. Dari segi etnik, bangsa Kurdi merupakan ras Aryan, yaitu Indo-Eropa yang telah menempati Kurdistan sejak 2000 tahun sebelum Masehi. Jumlah mereka kini hampir mencapai 20 juta jiwa. Orang Kurdi secara tradisional hidup secara nomaden, berpindah-pindah dari daerah pegunungan Turki dan Iran ke dataran Mesopotamia sambil mengembala ternak dan bertani. Akan tetapi, di saat pasca-Perang Dunia I negara-negara menetapkan garis perbatasannya. Karena itu suku Kurdi mulai terdesak dan terpaksa meninggalkan pola hidup tradisionalnya dan mulai berdiam diri di pemukiman-pemukiman. Sejak masa yang sangat awal, suku Kurdi sebenarnya telah memiliki kebudayaan. Mereka menciptakan puisi dengan bahasa kurdi pada abad ke-7, memainkan musik dan membuat sepatu kulit. Pengikat utama masyarakat tradisional Kurdi adalah suku, yang dipimpin oleh seorang Syekh atau Agha. Islam masuk ke wilayah suku Kurdi pada abad ke-7. Sebutan “kurdi” sendiri baru digunakan setelah Arab menaklukkan wilayah itu dan sejak itu suku Kurdi cukup dikenal di wilayah Asia Barat Daya. Hingga kini mayoritas orang Kurdi memeluk agama Islam ( Suni) dan factor agama ini menjadi faktor penyatu di antara mereka. Sebagian kecil Syiah, terutama di dekat wilayah Iran. Beraliran Sufisme (Naqsyabandiyah dan Kadiriyah). Ada yang menganut paham sinkretik, dan sebagian kecil menganut Kristen-Asyria. Meskipun dalam realitas sejarah merupakan suatu komunitas yang besar, memiliki kebudayaan sendiri, bahkan menempati wilayah tertentu (Kurdistan), orang Kurdi sampai saat ini belum mempunyai negara sendiri. Daerah mereka selalu dijadikan daerah penyangga antara beberapa negara tetangga yang langsung atau tidak lansung menguasai wilayah Kurdistan. Bahkan suku Kurdi merupakan minoritas di lima negara digunakan tidak lebih sebagai alat untuk kepentingan negara asing. Tak seorang pun pemimpin di negara tersebut menghendaki suku Kurdi mempunyai negara sendiri. Negara sekitarnya khawatir mereka akan menimbulkan gangguan keamanan di negara tersebut jika mereka memiliki wilayah otonom. Orang Turki melarang mereka menggunakan bahasa Kurdi dan pakaian tradisional Kurdi di sekitar kota administratif, bahkan pemerintah akan memenjarakan orang Kurdi yang menyanyikan lagu mereka, juga menekan agitasi politik Kurdi di propinsi timur dan mendesak mereka agar berimigrasi ke wilayah barat. Iran menentang suku Kurdi yang mayoritas beraliran Suni. Suriah (Syiria) menganggap suku Kurdi tidak berkaitan dengan identitas nasional Arab dan menolak kewarganegaraan penuh suku Kurdi. Sementara Irak menganggap suku Kurdi sebagai kelompok pembangkang. Kondisi ini membuat suku Kurdi mencatat perjuangan panjang di bawah tekanan rezim yang menguasai wilayahnya sampai waktu yang tak bisa diprediksikan, mulai dari geriliya sampai pada pemberontakan untuk memperjuangkan berdirinya sebuah negara Kurdistan atau minimal mendapat hak otonomi penuh untuk daerahnya. Setelah perang dunia I, Turki menjanjikan pembentukan suatu wilayah otonomi bagi orang Kurdistan, tapi perjanjian tersebut tak pernah dipenuhi. Kemudian berdirilah organisasi-organisasi yang melawan pemerintah Turki, hingga tahun 1946 berdirilah negara Kurdi merdeka, yaitu Republik Mahabad, namun Republik Mahabad ini hanya bertahan selama 1 tahun karena gempuran pemerintah Iran. Sejak saat itulah pemberontakan terus berjalan. Nasionalisme Kurdi pertama kali menjadi gerakan masa terutama di Irak. Pada 11 Maret 1970 telah terjadi gencatan sementara dengan dicapainya persetujuan antara mereka dan pemimpin Irak yang menjanjikan otonomi bagi seluruh daerah yang mayoritas penduduk bangsa Kurdi.



Isi perjanjian itu adalah: jabatan wakil presiden dipegang oleh orang Kurdi, orang Kurdi akan diwakili dalam angkatan bersenjata dan dalam birokrasi pemerintahan sesuai jumlah mereka, perwakilan Kurdi termasuk dalam dewan revolusi (bertugas menyusun kebijakan pemerintahan), kepala polisi dan gubernur propinsi Kurdi dijabat oleh orang Kurdi, bahasa Kurdi menjadi bahasa resmi di wilayah Kurdi, dan pemberian otonomi selama 4 tahun,. Otonomi yang dijanjikan Irak tak pernah dilaksanakan. Kedudukan wakil presiden yang diberikan itu pun hanya sebagai simbol. Bahkan presiden Saddam Husein memecat Taha Mohiddin Ma’ruf, wakilnya dari suku Kurdi. Bagi Irak, wilayah Kurdi dengan kota Kirkuk, As-Sulaymaniyah, Zakho, Ranya, Qla Diza, Khanaqin merupakan daerah utama penghasil minyak. Irak berkeratan memberikan otonomi kepada suku Kurdi, bahkan negara tersebut mengusahakan penduduk Kurdi dipindahkan dan digantikan oleh orang Arab. Kekuasaan pemerintahan Irak di Baghdad melemah akibat kekalahannya melawan tentara multinasional yang digerakkan oleh Amerika Serikat pada 1991. Momentum ini dimanfaatkan oleh suku Kurdi untuk memperjuangkan haknya dengan melakukan pemberontakan. Akhirnya Irak kembali mengulangi janjinya memberikan hak otonom kepada suku Kurdi. Akan tetapi janji tersebut dilanggar oleh pihak Irak. Hal ini menyebabkan terjadinya penyerangan suku Kurdi ke Irak setelah mendapat dukungan dari Iran. Dalam insiden tersebut, 5 ribu penduduk terbunuh dengan senjata kimia tentara Saddam Husein di kota Halabja pada Maret 1988. Suku Kurdi tak henti-hentinya berjuang untuk memiliki pemerintahan sendiri dalam kerangka demokrasi Irak tanpa Saddam Husein. Pada Oktober 1992, kesempatan tersebut memungkinkan suku Kurdi memproklamasikan berdirinya sebuah negara federal Kurdi. Namun hal itu tidak dapat terwujud oleh karena terjadinya konflik intern (perseteruan antara Kurdi Irak dan Kurdi Turki). Pada Maret 2003 serangan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap Irak berdampak terhadap negara tetangga Irak, seperti Iran dan Turki. Hal ini secara tidak lansung berdampak pula terhadap suku Kurdi yang berdiam di sana. Serangan tersebut menyebabkan Turki mendapatkan keuntungan politik dengan disepakatinya pembentukan komite segitiga yang beranggotkan AS, Turki, dan Kurdi Irak, untuk mengontrol wilayah Kurdistan di Irak Utara. Hal ini sangat strategis bagi Turki karena melalui komite tersebut Turki bisa mencegah berdirinya negara Kurdi di Irak Utara. Hal ini menyebabkan suku Kurdi Irak berada di bawah kekuasaan Turki sehingga otonomi Kurdi tidak akan terwujud. Hingga saat ini suku Kurdi masih meminta kebebasannya dipenuhi. Mereka tetap berjuang mewujudkan otonomi Kurdi dalam wilayah Turki, Irak, dan Iran. Dalam perjalanan sejarah Islam umat Islam secara keseluruhan, orang Kurdi mempunyai peran penting. Peran tersebut antara lain dapat dilihat dalam dua hal, yaitu dalam perang salib dan dalam melahirkan ulama-ulama terkemuka yang menyumbangkan ilmunya untuk dunia Islam secara keseluruhan. Perang Salib (1096-1291) menjadi tonggak sejarah bagi umat Islam dan Kristen. Panglima Islam yang gagah berani, Saladin The Great (Salahuddin Yusuf al-Ayyubi) beliau adalah seorang Kurdi. Dunia Islam juga mengenal kitab ‘Iqd al-Jawahir (dikenal dengan kitab Barzanji), kitab tersebut merupakan karya Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim (1690-1766), beliau merupakan keturunan Kurdi dari daerah Barzanji. Selain itu banyak dikenal ulama-ulama dari kelompok etnik Kurdi yang menjadi ulama di tanah suci Mekkah. Hubungan antara Nusantara atau Asia Tenggara dan Bangsa Kurdi cukup erat melalui kegiatan belajar mengajar di Mekkah.
Sumber: Ensiklopedi Islam (editor bahasa, Nina M. Armando, dkk), Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005. Hal 156-159.
CC: Majida, S.PdI
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

saya masih belajar mohon maaf bila bnyak salah dan kekurangan.

Blogger Themes

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Blogger Tricks

BTemplates.com