Rasa ingin berbagi dan belajar menjadi inspirasi untuk memulai kehidupan dengan cinta dan kasih sayang. Sehingga dengan demikian tercapailah tujuan hidup manusia. Goresan pena merupakan awal untuk mencapai keindahan walaupun coretan tersebut hanyalah kumpulan goresan dari seorang anak manusia yang sangat fakir akan ilmu! Namun demikian, semoga goresan ini bermamfaat bagi penulis sendiri serta menjadi inspirasi untuk semua.

Sabtu, 05 Juli 2014

Islam dan Mutu Pendidikan Nasional


Pendidikan merupakan jalan untuk mencapai pada kualitas manusia yang sempurna (insan kamil), melalui proses pendidikan manusia akan dengan mudah menggapai suatu impiannya, impian manusia tidak saja terbatas pada ruang lingkup yang secara real terlihat namun dapat bersifat lebih luas yang bersifat metafisika atau bersifat abstrak yang hanya dapat dilihat dari kaca mata keimanan seorang manusia, sehingga agama dan pendidikan memiliki suatu posisi yang bertujuan membawa manusia kearah manusia yang memiliki akhlakul karimah, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam agama Islam pendidikan dipandang sebagai kewajiban agama dimana proses pembelajaran dan transmisi ilmu sangat bermakna sebagai kehidupan manusia (Masruroh dan Umiarso, 2011: 26). Pendidikan agama khususnya Islam dan pendidikan yang bersifat umum merupakan satu bagian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya yang bermuara pada peningkatan kualitas manusia dan menjadikan manusia sebagai insan kamil.
Secara praktis, dalam masyarakat awam terjadi fenomena yang beranggapan bahwasanya antara pendidikan umum dan pendidikan Islam tidak dapat disatukan dan memiliki suatu misi yang berbeda, sehingga dalam masyarakat tumbuh dan berkembang paradigma negatif terhadap pendidikan berbasis agama, terutama agama Islam. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, ini semua terjadi karena ke khawatiran berbagai pihak terutama pihak yang menganut paham liberalism. Sehingga dengan terjadinya ketidak percayaan dan tidak ada dukungan antara satu pihak terhadap pihak lainnya menyebabkan tujuan pendidikan menjadi terhambat.

Pada dasarnya setiap peran agama membawa pengaruh besar terhadap pengembangan dan peningkatan mutu peserta didik dalam bidang moral, dan etika, sehingga menciptakan manusia-manusia agamis yang memiliki nilai-nilai spiritualitas yang baik sehingga pada akhirnya terciptanya masyarakat yang madani. Sebagaimana yang telah tercantum dalam sila pertama tentang ketuhanan yang maha esa, dimana setiap masyarakat Indonesia dituntut untuk memiliki nilai spiritualitas yang tinggi.
Kenyataannya, bangsa Indonesia yang memiliki idiologi Pancasila yang menyeru masyarakatnya ke arah peningkatan nilai-nilai etika dan moral yang seharusnya menjadi capaian tertinggi dan menjadi bangsa yang bernilai dalam etika dan moral serta menjadi bangsa yang bermartabat di mata bangsa-bangsa lain sedang mengalami degradasi nilai dalam bentuk etika dan moral, dan fenomena itu berujung pada tindakan-tindakan anarkis para pelajar seperti tawuran, sex bebas, dan mulai terjerumus dalam dunia kegelapan. Tidak saja dilingkungan para pelajar, kegagalan pendidikan tercermin dari tingkah laku para penguasa dan pemimpin bangsa yang semakin jauh dari nilai dan moralitas kepemimpinan yang sesungguhnya, yang diwarnai dengan ketidak profesionalan dalam bidangnya dan terjadinya penyelewengan-penyelewengan dengan berbagai bentuk dan cara. Sehingga pada akhirnya pemerintah Indonesia tersadar akan pergeseran nilai yang terjadi dan mulai mengembangkan pendidikan ke arah afektif yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan kembali nilai-nilai yang telah terkikis dan hilang dalam jati diri bangsa Indonesia melalui pendidikan berkarakter, yang ditandai dengan dilaunchingnya kurikulum baru yang dikenal dengan kurikulum 2013 oleh Menteri Pendidikan Muhammad Nuh.
Dalam kulrikulum 2013 ini, peserta didik dituntut untuk memiliki dan menjadi insan manusia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Mulyasa, 2013:167). Semua aspek-aspek yang ingin dicapai dari kurikulum 2013 merupakan suatu cita-cita yang telah lama diimpikan dan tidak kunjung tercapai ini menjadikan elemen bangsa Indonesia menjadi jenuh dan semakin apatis akan fenomena-fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Sikap apatis masyarakat terhadap pendidikan dan lingkungannya berdampak sangat buruk bagi pendidikan, karena masyarakat merupakan satu bagian dari tripusat pendidikan dimana bila salah satu elemen dari komponen tersebut tidak bekerja secara baik maka fungsi pengawasan dan pendidikan akan berjalan tidak sebagaimana mestinya yang pada akhirnya mengalami atau menghasilkan produk yang tidak sesuai dan tidak diinginkan.
Sebagaimana yang telah tersebut di atas pendidikan, moral, etika, dan agama tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia secara komprehensif Indonesia harus mulai mengembangkan pendidikan yang berbasis keagamaan dalam hal ini adalah agama Islam, sejarah dan peradaban Islam telah membuktikan bahwa kesinergisan antara pengetahuan dan ilmu keislaman telah menumbuh kembangkan peradaban Islam dan pendidikan di timur tengah saat itu sehingga kawasan timur tengan menjadi pusat peradaban dunia kala itu dan melahirkan banyak cendikiawan yang memiliki latar belakang keilmuan eksakta yang baik serta di dukung dengan kekuatan moralitas dan etika yang sangat kuat dalam bingkai keislaman, seperti Ibnu Rusdy, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dan banyak lagi lainnya, dari segi ilmu perpolitikan dan manajemen juga terdapat sistem manajerial yang sangat baik sehingga terbangun peradaban yang begitu luar biasa hingga ke Tunisia dan Cordoba yang menjadi saksi akan sukses nya kerjasama antara dua dunia, yaitu dunia pendidikan umum dan pendidikan agama (Islam) dan saling mendukung antar umat beragama menjadi pilar utama tercapainya peradaban Islam kala itu.
Dukungan dari masyarakat sebagai bagian dari kelompok orang yang beragama harus menjadi satu tanpa adanya dikotomi antar sesama, sehingga fungsi pendidikan berjalan sebagaimana mestinya. Abdul Rachman Saleh sebagaimana yang dikutip oleh Ilyasin dan Nurhayati setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan Indonesia tidak tumbuh secara merata, pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan tidak menggunakan pendekatan education production function atau analisis input-output tidak dilaksanakan secara konsekuens. Kedua, pelaksanaan pendidikan dilakukan secara birokrasi sentralistik, dan ketiga peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan lebih bersifat dukungan dana bukan pada proses pendidikannya (Ilyasin dan Nurhayati, 2012: 266).
Sehingga dengan demikian, untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan bangsa maka, sangat diperlukan terciptanya suatu regulasi yang mengarahkan pendidikan Nasional kearah yang desentralisasi, ini dikarenakan factor geografis dan lingkungan yang berbeda dan menumbuhkan nilai-nilai dan pengetahuan yang berbeda pula, selanjutnya dari segi kebutuhan akan permasalahan dunia yang semakin kompleks maka setiap sekolah ataupun lembaga pendidikan dari yang paling rendah pada pendidikan tinggi harus mempersiapkan peserta didik akan tuntutan zaman yang semakin dinamis, dengan dibekali ilmu-ilmu spiritual sebagai fondasi dasar untuk membangun peradaban bangsa dalam lingkup nilai moralitas dan etika. Dimana ilmu pengetahuan berfungsi sebagai pembangun dan memajukan dan membantu sesama untuk mencapai cita-cita bangsa sebagai bangsa yang beradab dan pendidikan agama sebagai suatu jalur komunikasi antar sesama dalam interaksi sebagai penguatan dari segi ilmu sosial dan sosiologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan.
Dukungan dari pihak masyarakat dalam berbagai literatur sehingga berjalannya kembali semua komponen dari tripusat pendidikan sehingga pendidikan yang bermutu dapat tercapai, masyarakat dapat diartikan dengan berbagaimacan arti, namun dalam pembahasan ini masyarakat dikhususkan pada kelompok masyarakat yang beragama, karena fungsi manusia beragama pada hakikatnya adalah untuk hidup rukun antar sesama, baik itu hubungan antara manusia dengan manusia sendiri, maupun hubungan antara manusia dengan tuhannya.
Sehingga dengan adanya dua komponen ini yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum yang bergerak beriringan pada dasarnya mengurangi beban pemerintah dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional yang telah terumuskan dalam dalam UUSPN tahun 2003 Bab II pasal 3, yang berbunyi Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakn kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan serta bertanggung jawab.
Pendidikan agama mengarahkan para peserta didik pada pencapaian cita-cita menjadikan manusia Indonesia sebagai manusia yang beriman, karena esensial keimanan hanya akan di dapat melalui proses pengembangan diri keagamaan yang kemudian mengarahkan pendidikan nasional kearah spiritualitas, selanjutnya atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada sang khaliq tentu seorang yang memiliki kekuatan spiritual yang baik akan menghasilkan jiwa yang sehat dan akhlak yang terpuji pula, dengan kata lain bahwa agama dapat membawa seseorang untuk menjauhi keburukan, karena dengan agama seseorang dapat bertaqwa, dan taqwa sendiri diartikan sebagai menjauhi larangan tuhan dan menjalankan semua perintahnya, dan larangan dalam setiap agama selalu sama dan mengarah kepada kebaikan sehingga setiap orang dituntut untuk beragama dengan baik, sehingga dapat membawa nya kejalan yang baik pula tanpa menghiraukan apapun agamanya karena setiap agama selalu membawa kearah yang positif, dan menjalin kerukunan sejati dalam beragama, sebagaimana Pdt. Andreas A. Yewangoe memberikan makna kerukunan sejati sebagai keberanian melintasi batas (passing over), mengakui perbedaan-perbedaan yang ada, melihatnya sebagai kekayaan guna memperkuat kemampuan bersama menjalani ziarah sejarah bersama (Cristian W. Troll, 2013).
Berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan serta bertanggung jawab, dapat dicapai dengan pendidikan umum, baik itu pendidikan yang bersifat formal, non-formal, ataupun informal kesemua itu akan tercapai apabila control dari semua pihak berjalan dengan baik, sehingga penyimpangan dalam dunia pendidikan yang mengarahkan pendidikan ke arah yang salah akan cepat diantisipasi dan di cari suatu solusi.
Lembaga pendidikan yang merangkul semua ide baik dari segi pendidikan umum dan pendidikan berbasis agama telah lama terlahir sejak berdirinya bangsa Indonesia, yang ditandai dengan berdirinya perguruan tinggi berbasis Islam seperti pada tahun 1945 yang dikenal dengan STI yang kemudian semakin berkembang menjadi Institut Agama Islam maupun berbentuk Universitas yang tersebar diberbagai daerah di tanah air, pada tingkat sekolah dikenal dengan Madrasah dari tingkatan paling rendah Raudhatul Aufal/TK hingga tingkat Aliyah/SMA, dimana semua lembaga pendidikan berbasis Islam tersebut selain menanamkan nilai kognitif jugaberpacu dalam sisi kerohanian. Namun demikian lembaga pendidikan yang dicontohkan tersebut tidak terbatas pada pendidikan Islam tapi dalam lingkup lebih luas, baik itu pendidikan Kristiani, Budha, maupun Hindu, pada dasarnya harus mengarahkan manusia ke arah yang lebih baik dan membawa pendidikan Indonesia lebih bermartabat dan setiap peserta didik memiliki rasa kepedulian antara sesama yang ditinjau dari segi nilai, moral, dan etika.
Masyarakat, sekolah, dan orang tua, harus sesama mengawasi dan selalu membimbing setiap peserta didik, tanpa memandang latar belakang baik itu agama, suku, maupun budaya, selalu mengarahkan ke arah positif berdasarkan nilai-nilai agama dan etika serta moral dalam masyarakat, sehingga setiap peserta didik pada akhirnya dapat mengabdi pada masyarakat dan memakmurkan masyarakat sekitar melalui pendidikan, dan bila itu tercapai maka kualitas pendidikan bangsa dengan sendirinya akan lebih bermutu dan memiliki corak keanekaragaman yang dibanggakan oleh Indonesia di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Semoga.

Refferensi:
Chirtian W. Troll, Terj. Markus Solo Kewuta, Muslim Bertanya Kristen Menjawab, Jakarta: Media Komputindo, 2013.
Ninik Masruroh dan Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.
Mukhammad Ilyasin dan Nanik Nurhayati, Manajemen Pendidikan Islam, Malang: Aditya Media, 2012.
UU Standar Pendidikan Nasional tahun 2003 Bab II pasal 3.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

saya masih belajar mohon maaf bila bnyak salah dan kekurangan.

Blogger Themes

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Blogger Tricks

BTemplates.com