Pendidikan
merupakan jalan untuk mencapai pada kualitas manusia yang sempurna (insan
kamil), melalui proses pendidikan manusia akan dengan mudah menggapai suatu
impiannya, impian manusia tidak saja terbatas pada ruang lingkup yang secara real
terlihat namun dapat bersifat lebih luas yang bersifat metafisika atau bersifat
abstrak yang hanya dapat dilihat dari kaca mata keimanan seorang manusia,
sehingga agama dan pendidikan memiliki suatu posisi yang bertujuan membawa
manusia kearah manusia yang memiliki akhlakul karimah, yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam agama Islam pendidikan
dipandang sebagai kewajiban agama dimana proses pembelajaran dan transmisi ilmu
sangat bermakna sebagai kehidupan manusia (Masruroh dan Umiarso, 2011:
26). Pendidikan agama khususnya Islam dan pendidikan yang
bersifat umum merupakan satu bagian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya yang bermuara pada peningkatan kualitas manusia dan menjadikan
manusia sebagai insan kamil.
Secara praktis,
dalam masyarakat awam terjadi fenomena yang beranggapan bahwasanya antara pendidikan
umum dan pendidikan Islam tidak dapat disatukan dan memiliki suatu misi yang
berbeda, sehingga dalam masyarakat tumbuh dan berkembang paradigma negatif terhadap
pendidikan berbasis agama, terutama agama Islam. Hal ini terjadi bukan tanpa
alasan, ini semua terjadi karena ke khawatiran berbagai pihak terutama pihak
yang menganut paham liberalism. Sehingga dengan terjadinya ketidak
percayaan dan tidak ada dukungan antara satu pihak terhadap pihak lainnya
menyebabkan tujuan pendidikan menjadi terhambat.
Pada dasarnya
setiap peran agama membawa pengaruh besar terhadap pengembangan dan peningkatan
mutu peserta didik dalam bidang moral, dan etika, sehingga menciptakan
manusia-manusia agamis yang memiliki nilai-nilai spiritualitas yang baik
sehingga pada akhirnya terciptanya masyarakat yang madani. Sebagaimana yang
telah tercantum dalam sila pertama tentang ketuhanan yang maha esa, dimana
setiap masyarakat Indonesia dituntut untuk memiliki nilai spiritualitas yang
tinggi.
Kenyataannya,
bangsa Indonesia yang memiliki idiologi Pancasila yang menyeru masyarakatnya ke
arah peningkatan nilai-nilai etika dan moral yang seharusnya menjadi capaian
tertinggi dan menjadi bangsa yang bernilai dalam etika dan moral serta menjadi
bangsa yang bermartabat di mata bangsa-bangsa lain sedang mengalami degradasi
nilai dalam bentuk etika dan moral, dan fenomena itu berujung pada
tindakan-tindakan anarkis para pelajar seperti tawuran, sex bebas, dan mulai
terjerumus dalam dunia kegelapan. Tidak saja dilingkungan para pelajar,
kegagalan pendidikan tercermin dari tingkah laku para penguasa dan pemimpin
bangsa yang semakin jauh dari nilai dan moralitas kepemimpinan yang
sesungguhnya, yang diwarnai dengan ketidak profesionalan dalam bidangnya dan
terjadinya penyelewengan-penyelewengan dengan berbagai bentuk dan cara.
Sehingga pada akhirnya pemerintah Indonesia tersadar akan pergeseran nilai yang
terjadi dan mulai mengembangkan pendidikan ke arah afektif yang bertujuan untuk
membangun dan mengembangkan kembali nilai-nilai yang telah terkikis dan hilang
dalam jati diri bangsa Indonesia melalui pendidikan berkarakter, yang ditandai
dengan dilaunchingnya kurikulum baru yang dikenal dengan kurikulum 2013 oleh
Menteri Pendidikan Muhammad Nuh.
Dalam
kulrikulum 2013 ini, peserta didik dituntut untuk memiliki dan menjadi insan
manusia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Mulyasa, 2013:167). Semua
aspek-aspek yang ingin dicapai dari kurikulum 2013 merupakan suatu cita-cita
yang telah lama diimpikan dan tidak kunjung tercapai ini menjadikan elemen
bangsa Indonesia menjadi jenuh dan semakin apatis akan fenomena-fenomena yang
terjadi dalam dunia pendidikan.
Sikap apatis
masyarakat terhadap pendidikan dan lingkungannya berdampak sangat buruk bagi
pendidikan, karena masyarakat merupakan satu bagian dari tripusat pendidikan
dimana bila salah satu elemen dari komponen tersebut tidak bekerja secara baik
maka fungsi pengawasan dan pendidikan akan berjalan tidak sebagaimana mestinya
yang pada akhirnya mengalami atau menghasilkan produk yang tidak sesuai dan
tidak diinginkan.
Sebagaimana
yang telah tersebut di atas pendidikan, moral, etika, dan agama tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga untuk meningkatkan kualitas
pendidikan Indonesia secara komprehensif Indonesia harus mulai mengembangkan
pendidikan yang berbasis keagamaan dalam hal ini adalah agama Islam, sejarah
dan peradaban Islam telah membuktikan bahwa kesinergisan antara pengetahuan dan
ilmu keislaman telah menumbuh kembangkan peradaban Islam dan pendidikan di
timur tengah saat itu sehingga kawasan timur tengan menjadi pusat peradaban
dunia kala itu dan melahirkan banyak cendikiawan yang memiliki latar belakang
keilmuan eksakta yang baik serta di dukung dengan kekuatan moralitas dan etika
yang sangat kuat dalam bingkai keislaman, seperti Ibnu Rusdy, Ibnu Sina, Ibnu
Khaldun, dan banyak lagi lainnya, dari segi ilmu perpolitikan dan manajemen
juga terdapat sistem manajerial yang sangat baik sehingga terbangun peradaban
yang begitu luar biasa hingga ke Tunisia dan Cordoba yang menjadi saksi akan
sukses nya kerjasama antara dua dunia, yaitu dunia pendidikan umum dan
pendidikan agama (Islam) dan saling mendukung antar umat beragama menjadi pilar
utama tercapainya peradaban Islam kala itu.
Dukungan dari
masyarakat sebagai bagian dari kelompok orang yang beragama harus menjadi satu
tanpa adanya dikotomi antar sesama, sehingga fungsi pendidikan berjalan
sebagaimana mestinya. Abdul Rachman Saleh sebagaimana yang dikutip oleh Ilyasin dan Nurhayati setidaknya ada tiga faktor yang
menyebabkan mutu pendidikan Indonesia tidak tumbuh secara merata, pertama,
kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan tidak menggunakan pendekatan education
production function atau analisis input-output tidak dilaksanakan
secara konsekuens. Kedua, pelaksanaan pendidikan dilakukan secara birokrasi
sentralistik, dan ketiga peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan lebih bersifat dukungan dana bukan pada proses
pendidikannya (Ilyasin dan Nurhayati, 2012: 266).
Sehingga dengan
demikian, untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan bangsa maka, sangat
diperlukan terciptanya suatu regulasi yang mengarahkan pendidikan Nasional
kearah yang desentralisasi, ini dikarenakan factor geografis dan lingkungan
yang berbeda dan menumbuhkan nilai-nilai dan pengetahuan yang berbeda pula,
selanjutnya dari segi kebutuhan akan permasalahan dunia yang semakin kompleks
maka setiap sekolah ataupun lembaga pendidikan dari yang paling rendah pada
pendidikan tinggi harus mempersiapkan peserta didik akan tuntutan zaman yang
semakin dinamis, dengan dibekali ilmu-ilmu spiritual sebagai fondasi dasar
untuk membangun peradaban bangsa dalam lingkup nilai moralitas dan etika.
Dimana ilmu pengetahuan berfungsi sebagai pembangun dan memajukan dan membantu
sesama untuk mencapai cita-cita bangsa sebagai bangsa yang beradab dan
pendidikan agama sebagai suatu jalur komunikasi antar sesama dalam interaksi
sebagai penguatan dari segi ilmu sosial dan sosiologi untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan.
Dukungan dari
pihak masyarakat dalam berbagai literatur sehingga berjalannya kembali semua
komponen dari tripusat pendidikan sehingga pendidikan yang bermutu dapat
tercapai, masyarakat dapat diartikan dengan berbagaimacan arti, namun dalam
pembahasan ini masyarakat dikhususkan pada kelompok masyarakat yang beragama,
karena fungsi manusia beragama pada hakikatnya adalah untuk hidup rukun antar
sesama, baik itu hubungan antara manusia dengan manusia sendiri, maupun
hubungan antara manusia dengan tuhannya.
Sehingga dengan
adanya dua komponen ini yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum yang
bergerak beriringan pada dasarnya mengurangi beban pemerintah dalam mencapai
tujuan pendidikan Nasional yang telah terumuskan dalam dalam UUSPN tahun 2003 Bab II
pasal 3, yang berbunyi Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdasakn kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan serta bertanggung jawab.
Pendidikan agama mengarahkan para peserta didik pada
pencapaian cita-cita menjadikan manusia Indonesia sebagai manusia yang beriman,
karena esensial keimanan hanya akan di dapat melalui proses pengembangan diri
keagamaan yang kemudian mengarahkan pendidikan nasional kearah spiritualitas, selanjutnya
atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada sang khaliq tentu seorang yang
memiliki kekuatan spiritual yang baik akan menghasilkan jiwa yang sehat dan
akhlak yang terpuji pula, dengan kata lain bahwa agama dapat membawa seseorang
untuk menjauhi keburukan, karena dengan agama seseorang dapat bertaqwa, dan
taqwa sendiri diartikan sebagai menjauhi larangan tuhan dan menjalankan semua
perintahnya, dan larangan dalam setiap agama selalu sama dan mengarah kepada
kebaikan sehingga setiap orang dituntut untuk beragama dengan baik, sehingga
dapat membawa nya kejalan yang baik pula tanpa menghiraukan apapun agamanya
karena setiap agama selalu membawa kearah yang positif, dan menjalin kerukunan
sejati dalam beragama, sebagaimana Pdt. Andreas A. Yewangoe memberikan makna
kerukunan sejati sebagai keberanian melintasi batas (passing over),
mengakui perbedaan-perbedaan yang ada, melihatnya sebagai kekayaan guna
memperkuat kemampuan bersama menjalani ziarah sejarah bersama (Cristian W.
Troll, 2013).
Berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan serta bertanggung jawab, dapat dicapai dengan
pendidikan umum, baik itu pendidikan yang bersifat formal, non-formal, ataupun
informal kesemua itu akan tercapai apabila control dari semua pihak berjalan
dengan baik, sehingga penyimpangan dalam dunia pendidikan yang mengarahkan
pendidikan ke arah yang salah akan cepat diantisipasi dan di cari suatu solusi.
Lembaga
pendidikan yang merangkul semua ide baik dari segi pendidikan umum dan
pendidikan berbasis agama telah lama terlahir sejak berdirinya bangsa
Indonesia, yang ditandai dengan berdirinya perguruan tinggi berbasis Islam
seperti pada tahun 1945 yang dikenal dengan STI yang kemudian semakin
berkembang menjadi Institut Agama Islam maupun berbentuk Universitas yang
tersebar diberbagai daerah di tanah air, pada tingkat sekolah dikenal dengan
Madrasah dari tingkatan paling rendah Raudhatul Aufal/TK hingga tingkat
Aliyah/SMA, dimana semua lembaga pendidikan berbasis Islam tersebut selain
menanamkan nilai kognitif jugaberpacu dalam sisi kerohanian. Namun demikian
lembaga pendidikan yang dicontohkan tersebut tidak terbatas pada pendidikan
Islam tapi dalam lingkup lebih luas, baik itu pendidikan Kristiani, Budha,
maupun Hindu, pada dasarnya harus mengarahkan manusia ke arah yang lebih baik
dan membawa pendidikan Indonesia lebih bermartabat dan setiap peserta didik
memiliki rasa kepedulian antara sesama yang ditinjau dari segi nilai, moral,
dan etika.
Masyarakat,
sekolah, dan orang tua, harus sesama mengawasi dan selalu membimbing setiap
peserta didik, tanpa memandang latar belakang baik itu agama, suku, maupun
budaya, selalu mengarahkan ke arah positif berdasarkan nilai-nilai agama dan
etika serta moral dalam masyarakat, sehingga setiap peserta didik pada akhirnya
dapat mengabdi pada masyarakat dan memakmurkan masyarakat sekitar melalui
pendidikan, dan bila itu tercapai maka kualitas pendidikan bangsa dengan
sendirinya akan lebih bermutu dan memiliki corak keanekaragaman yang
dibanggakan oleh Indonesia di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Semoga.
Refferensi:
Chirtian
W. Troll, Terj. Markus Solo Kewuta, Muslim Bertanya Kristen Menjawab,
Jakarta: Media Komputindo, 2013.
Ninik
Masruroh dan Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011.
Mulyasa,
Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
Mukhammad
Ilyasin dan Nanik Nurhayati, Manajemen Pendidikan Islam, Malang: Aditya
Media, 2012.
UU Standar
Pendidikan Nasional tahun 2003 Bab II pasal 3.
0 komentar:
Posting Komentar
saya masih belajar mohon maaf bila bnyak salah dan kekurangan.