Nabi Muhammad merupakan
salah seorang anggota bani Hasyim, suatu kabilah yang ada dalam suku Quraisy,
ia lahir pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah atau bertepatan dengan 20 Agustus 570
M.
Menjelang usia nya yang
ke 40 tahun, beliau selalu belkhalwat di gua Hira, sebuah tempat yang terletak
beberapa kilometer dari kota Mekkah, di tempat tersebut beliau berusaha
menenangkan diri dengan cara bertafakkur. Setelah lama berkhalwat akhirnya pada
tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, atas perintah Allah SWT, malaikat Jibril
datang kehadapan-nya untuk menyampaikan wahyu pertama, yakni surat Al-‘Alaq
ayat 1-5.
Dengan turunya wahyu
pertama tersebut maka telah terpilihlah nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.
Dengan harap-harap cemas menanati datangnya wahyu berikutnya ditempat yang
sama, sehingga atas perintah Allah SWT, Jibril datang membawa wahyu yang kedua
yang meyeru untuk berdakwah, yakni surat Al-Mudatsir ayat 1-7.
Seiring turunya wahyu
kedua maka dimulailah babak dakwah Islam di Mekkah. Langkah pertama yang
dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan berdakwah secara sembunyi-sembunyi
dengan mendakwah keluarga terdekat beliau terlebih dahulu, sebagaimana surat
Asy-Syu’ara ayat 214.
Setelah beberapa lama
melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi maka turunlah perintah agar berdakwah
secara terang-terangan sebagimana surat Al-Hijr ayat 94.
Tidak jauh berbeda
dengan dakwah pertama langkah pertama yang dilakukan Rasulullah adalah
mengundang dan menyeru kepada kerabat dekatnya dari Bani Muthalib. Dan mereka
semua menolak kecuali Ali bin Abi Thalib. Dan setelah itu barulah Rasulullah
mengajak masyarakat umum dari kelas bangsawan hingga kepada golongan hamba
sahaya.
Namun demikian dalam
menyampaikan risalah tersebut Rasulullah bukan tidak memiliki rintangan dan
halangan, sebagaimana masyarakat Qurai tidak percaya sama sekali apa yang telah
disampakan oleh Rasulullah, diantara orang yang mendustakannya adalah Abu Lahab
dan istrinya. Sehingga penistaan tersebut di abadikan di dalam Al-Quran surat
Al-Lahab ayat 1-5.
Meskipun banyak
sekali rintangan yang menghadang namun tidak sedikitpun menyulutkan semangat
Rasulullah SAW dalam mendakwahkan Islam.
Fese Mekkah dimulai sejak Nabi Muhammad menetap dan berkedudukan di Mekah
yang lamanya sekitar 12 tahun dan diangkat menjadi Rasul hingga hijrah ke Madinah.
Pada masa ini umat Islam masih sangat sedikit sehingga umat Islam pada masa itu
masih sangat lemah. Karena itulah mereka dikucilkan oleh masyarakat penentang Islam,
seperti pemblokadean ekonomi.[1]
Masa dakwah Muhammad SAW di Mekkah dikenal sebagai periode
sembunyi-sembunyi, selama kurang lebih sepuluh tahun. Ia menjadi titik awal
perjuangan Islam untuk membangun sebuah masyarakat yang menyakini monoteisme.
Sebuah peralihan dari kemusrikan menuju ketauhidan. Peralihan tersebut bukanlah
durian yang jatuh dari langit, ia menjadi bagian dari perjalanan sejarah yang
panjang, ia merupakan proses adaptasi dan akulturasi dengan konteks masyarakat
Mekkah, yang dilalui dengan sebuah kesabaran dan keteguhan hati. Perubahan
bukanlah sesuatu yang tiba-tiba hadir melainkan sebuah proses yang terus
bergulir.[2]
Satu hal yang penting diperhatikan, bahwa periode Mekkah adalah salah
satu periode yang mana Islam disebarkan dengan menggunakan terma-terma
universal. Dakwah yang mengedepankan toleransi dan dialog kontruktif justru
dikenal pada periode ini.[3]
Masyarakat Islam yang dibimbing oleh Nabi Muhammad di Mekkah termaksud
masyarakat yang baru saja memeluk Islam yang sebelumnya menyembah berhala.
Langkah yang dilakukan beliau adalah perbaikan aqidah, karena aqidah adalah sebab
dari pada landasan amaliah ibadah.[4]
Dengan adanya pembinaan dan perbaikan aqidah diharapkan umat islam pada
masa itu meninggalkan semua kebiasaan buruk yang yang diyakini sebagai
kebiasaan jahiliyah, seperti menyembah berhala, kebiasaan membunuh atau berperang,
berzina, mengubur anak perempuan hidup-hidup dan lain sebagainya. Selain itu
mereka juga diharpakan agar dapat berbuat kebaikan serta kebajikan dengan cara
menolong orang lain, dan menjauhi tolong menolong dalam masalah keburukan.
Sehingga pada fase maupun periode ini tidak ada ayat ataupun surat
Al-Quran yang membicarakan masalah hukum-hukum Islam, akan tetapi pada fase ini
Al-Quran yang turun membicarakan atau membahas tentang permasalahan Aqidah,
Akhlak, dan Sejarah.
Note: *Tulisan ini dikutip dari salah satu poin dalam makalah Tarik Tasyrik yang disusun oleh Restu Andrian, dan telah di persentasikan yang dibimbing oleh Dr. Hasan Basri, M.A.
**Sebagian dari tulisan ini juga dikutip dari bahan ajar yang disusun oleh Restu Andrian pada mata pelajaran SKI Kelas XII Aliyah.
[1] Supiana dan M.Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Remaja Rosdakarya: Bandung 2004).
hal 274-275
[2] Zuhairi Misrawi, Mekkah,,,,. hal 123-124
[3] Zuhairi Misrawi, Mekkah,,,,. hal 124
[4] Supiana dan M.Karman, Materi Pendidikan,,,,,. hal
275
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-4567392409119418"
crossorigin="anonymous"></script>
crossorigin="anonymous"></script>
0 komentar:
Posting Komentar
saya masih belajar mohon maaf bila bnyak salah dan kekurangan.