Oleh: Restu Andrian
Pendidikan merupakan suatu alat
untuk mencapai suatu tujuan, melalui pendidikan seseorang mendapatkan berbagai macam
pengetahuan yang kelak dengan pengetahuannya tersebut dapat mengarahkan suatu
bangsa menuju kepada tujuannya, sebagaimana salah satu tujuan bangsa Indonesia
yaitu mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia. Undang-Undang Sisdiknas
mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan tidak saja berjalan secara
formal namun juga dapat berjalan secara nonformal maupun informal. Namun pada
dasarnya segala sesuatu yang bertujuan dengan pengembangan diri adalah
pendidikan.
Aceh
sebagai daerah otonomi yang diberi suatu keistimewaan menjalankan suatu sistem
berbasis syariah dalam pemerintahan yang secara defacto diakui dan disahkan
oleh Negara, sehingga menjadi modal dan langkah awal yang baik bagi daerah yang
penduduknya 90% menganut agama Islam untuk menuju dan mencapai tujuan yang
sejalan dengan agama Islam baik dalam bidang pendidikan, budaya, adat, serta
membangun peradaban berbasis Islam. Dalam proses menuju dan membangun peradaban
yang modern dan sejalan dengan nilai-nilai keislaman dan tidak berbenturan
dengan perundang-undangan yang berlaku maka perlu berbagai tinjauan sehingga
mencapai tujuan yang diinginkan, dan untuk mencapai tujuan tersebut maka
langkah awal menuju peradaban tersebut adalah melalui pendidikan yang berbasis
Islam dengan mengedepankan norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan.
Mengembangkan
pendidikan berbasis Islam merupakan langkah bijak untuk mengembangkan peradaban
dan pembangunan Aceh kedepan mengingat besarnya penduduk yang beragama Islam
dan julukan daerah yang dikenal dengan serambi mekah, mengembangkan pendidikan
berbasis Islam tidaklah semudah yang dibayangkan tentu dalam membangun sistem
pendidikan yang berbasis Islam haruslah disusun mekanisme dimana tidak
berbenturan dengan undang-undang yang berlaku dan tidak membuat peserta didik
terkejut dengan perubahan yang terjadi, sehingga sistem pendidikan yang
dibangun dan dikembangkan dapat diterima oleh semua kalangan.
Pendidikan
yang berbasis Islam ataupun syariah tidak saja diartikan secara mikro dan
dianggap selalu bertolak belakang dengan pendidikan yang sedang berjalan
sekarang ini dalam lingkup formal. Namun pendidikan berbasis syariah ini sangat
fleksibel dan sesuai dengan nilai-nilai kemasyarakatan dan tidak menjadi kewajiban
untuk menjadi suatu sistem dalam proses pendidikan formal yang integral dalam
suatu bentuk kurikulum, namun tidak kontradiktif dengan tujuan pendidikan
nasional serta sistem pendidikan nasional yang bersifat formal dan kurikulum
pendidikan Indonesia secara umum.
Keluarga
dan masyarakat merupakan komponen pendidikan yang sangat mempengaruhi
pendidikan, karena komponen pendidikan sendiri berasal dari keluarga dan
masyarakat tersebut. Tanpa bantuan dan kerjasama antara dua komponen tersebut dan
dukungan dari pemerintah maka akan sangat sulit untuk menciptakan suasana
pendidikan dan tujuan pendidikan yang diinginkan, bila antara komponen
masyarakat tidak terjalin hubungan yang baik dalam mengembangkan pendidikan
maka pemerintah dalam hal ini lembaga pendidikan formal akan mendapat beban
yang sangat berat dalam mengembangkan pendidikan nasional dan dengan demikian
pendidikan berbasis syariah maupun Islam pun akan sangat susah dikembangkan.
Kepedulian
terhadap perkembangan dunia dan kepedulian memuliakan sesama manusia dapat
menjadi landasan untuk menjalin kerjasama antara keluarga, masyarakat, serta
dukungan dari pemerintah dalam mengembangkan pendidikan, sebagaimana Al-Quran
surat Al-Mujadilah ayat 11 telah menjelaskan bahwa manusia yang mulia adalah
manusia yang memiliki ilmu pengetahuan.
Membangun
dan mengembangkan lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai lingkungan bernuansa
pendidikan adalah langkah yang harus ditempuh untuk mempermudah mencapai tujuan
pendidikan nasional dan mengembangkan pendidikan Aceh yang berbasis
Islam/Syariah.
Dalam
mewujutkan dan mengembangkan pendidikan yang berbasis syariah tersebut langkah pertama
yang harus ditempuh untuk menciptakan lingkungan dalam suasana pendidikan
adalah dengan cara mengembangkan pendidikan dalam masyarakat kapan pun dan
dimana pun yang berbasis kepedulian dan kasih sayang dengan bebas biaya atau
gratis. Pendidikan dalam masyarakat tidak saja terbatas pada pendidikan umum
ataupun pendidikan agama saja dan tidak terbatas pada nilai-nilai kognitif saja
akan tetapi juga merangkul sifat afektif dan psikomotor pula, namun harus
secara komprehensif dengan menggunakan dan memberdayakan semua pihak terutama
para mahasiswa yang ingin mengembangkan kemampuan mengajarnya dan mahasiswa
yang ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman sehingga membuka luwang untuk
kawulan muda berkreasi. Sebagai contoh, ketika seorang anak berbuat salah dan
ada orang tua yang melihatnya maka hendaknya orang tua tersebut memberi arahan
kepada anak tersebut, dan menyeru agar tidak mengulanginya. Sederhana memang
tapi bila dijalankan maka akan membawa dampak yang besar, setidaknya tawuran
antar pelajar dan kelakuan anak yang tidak wajar setidaknya dapat dicegah dan
tidak terjadi. Atau dalam lingkup yang lebih luas masyarakat bersama para pemuda
peduli pendidikan membentuk suatu kelompok atau komunitas pecinta pendidikan
yang berfungsi sebagai tempat berbagi (sharing)
tentang masalah-masalah pendidikan berupa pekerjaan rumah dan lain sebagainya
yang dapat diselesaikan secara bersama.
Kedua
dengan cara mengaktifkan kembali tempat-tempat terjadinya proses pendidikan, sebagaimana
yang diketahui dalam masyarakat Aceh terdapat meunasah yang digunakan oleh masyarakat untuk berkumpul baik untuk
musyawarah maupun untuk proses pendidikan. Dalam masyarakat Aceh meunasah digunakan selain sebagai tempat
beribadah meunasah juga digunakan
sebagai tempat pengajian dan belajar ilmu agama dan umum bagi semua kelompok
dan kalangan. Namun belakangan meunasah hanya digunakan sebagai tempah
beribadah saja. Sehingga mengembalikan fungsi tersebut merupakan langkah yang
sangat baik dalam mengembangkan pendidikan dan membangun peradaban.
Ketiga
mengaktifkan kembali balai-balai pengajian yang sempat terhenti akibat konflik
atau dalam masyarakat Aceh dikenal dengan rangkang, dimana rangkang berfungsi
sebagai tempat belajar ilmu agama Islam anak-anak dari masyarakat yang proses
pembelajaran biasanya dilaksanakan pada malam hari yang dibimbing oleh
seorang/beberapa orang guru. Pada sebagian daerah proses pendidikan/pembelajaran
ini terjadi di rumah-rumah guru yang membimbing tersebut. Belakangan pemerintah
Aceh Besar melalui Bupati Aceh Besar Mukhlis Basyah yang dikutip oleh Serambi
Indonesia edisi kamis 8 November 2012 telah melaunching Beut Ba’da Magrib sebagai bentuk kepedulian menghidupkan kembali
khazanah Aceh dalam semebeut mengaji yang
mulai memudar.
Keempat
adalah dengan membangun lembaga atau suatu tempat yang berfungsi sebagai tempat
berkumpulnya dan belajarnya para anak-anak atau masyarakat secara umum, tempat
berkumpulnya siswa Taman Kanak-Kanak (TK) sampai para mahasiswa yang sedang
menjalani proses pendidikan maupun yang telah menjalani proses pendidikan serta
para tokoh masyarakat, dimana ditempat tersebut para anak-anak, remaja, dan
para orang tua saling berbaur dan berdiskusi serta saling bertukar pendapat
maupun saling mengajar dan belajar antara satu dengan yang lainnya dalam
suasana yang tidak formal, namun harus seefektif mungkin. Dan dalam pengelolaan
nya dapat dikelola oleh para remaja atau pemuda yang berdomisili si desa
tersebut yang diawasi serta dibimbing oleh petua-petua desa dan perangkat desa
setempat. Sehingga para pemuda tidak saja mengajar dan belajar secara teoritis
namun mereka dapat mengajar dan belajar sejara praktis. Namun demikian harus di
garis bawahi keempat langkah tersebut harus menjadi tempat dan sesuatu yang
disenangi oleh siapa saja, dan proses pendidikan yang di jalani harus di konsep
dengan metode ramah anak dan lingkungan yang bersifat demokrasi, sehingga
dengan keempat langkah yang ditawarkan tersebut tidak membuat anak terbeban dan
tertekan dalam suasana belajar yang tiada habisnya dan membosankan, belajar
sambil bermain merupakan salah satu langkah dan metode yang amat baik digunakan
dalam proses pendidikan yang bersifat absrak ini.
Dengan
tumbuh dan berkembangnya keempat lembaga pendidikan tersebut, seseorang akan
merasakan proses pendidikan dimana saja dan dengan siapa saja, sehingga proses
pendidikan tidak saja dibebankan kepada lembaga pendidikan formal yang berupa
sekolah, namun beban yang ada di sekolah menjadi lebih ringan karena masyarakat
dan keluarga saling membantu dalam mengembangkan pendidikan dalam rangka
membangun masyarakat yang madani.
Dengan
mengaktifkan dan mengembangkan keempat tempat maupun sistem pendidikan tersebut
diharapkan semua generasi muda Aceh selalu berada dalam suasana pendidikan, walaupun
suasana pendidikan yang dilalui tidak bersifat formal dan proses tersebut tidak
disadari, namun harus membawa dan menanamkan sifat positif pada semua orang,
sehingga proses yang dilalui tersebut menjadikan dan menumbuhkan suatu konsep
atau karakter dalam berfikir dan hidup seseorang, karena karakter tersebut
tumbuh seiring berjalannya waktu dengan berbagai rangsangan baik buruk maupun
baik, sehingga bila rangsangan yang diberi buruk maka akan buruk, sebaliknya
bila rangsangan yang diterima baik maka akan tumbuh dalam benak seseorang suatu
karakter yang baik pula.
Tumbuh dan
berkembangnya suatu karakter pada jati diri masyarakat Aceh dengan sendirinya
mempermudah dan membuka akses untuk mengembangkan peradaban bangsa Aceh itu
sendiri, karena dengan sempurnanya ilmu pengetahuan masyarakat Aceh terutama
pengetahuan mengenai Islam maka akan mempermudah masyarakat Aceh dalam
membangun Aceh sesuai dengan karakteristik bangsa Aceh dan syariat Islam
dibawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga pembangunan
Aceh melalui syariat Islam menjadi nilai jual yang tinggi dan menjadi contoh
bagi daerah lain dalam mengembangkan pendidikan dan agama serta membangun
bangsa dalam modernitas tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya dan agama di
dalam nya.
Dengan
melekatnya jati diri dan karakter masyarakat Aceh sebagai jati diri dan
karakter Islamiah maka pembangunan dan perkembangan Aceh tentu akan menuju dan
kearah pembangunan dan perkembangan yang bercorak Islam pula, dengan tidak
membuang nilai-nilai khasanah Aceh dan Indonesia secara Umum, sehingga kedepan
pembangunan dan perkembangan Aceh lebih tanpak dan mempunyai khas dalam
dunianya baik itu berupa bangunan, seni, arsitektur, pendidikan, maupun sistem
pemerintahan yang dijalankan.
Banyak contoh Negara dan daerah yang
membangun peradaban melalui pendidikan, Spayol tempo dulu yang dalam dunia
Islam lebih dikenal dengan Andalusia salah satu Negara yang berhasil membangun
peradaban melalui pendidikan, selain itu Baghdad juga menjadi saksi kemajuan
peradaban Islam yang tumbuh dan berkembang melalui pendidikan yang menghasilkan
berbagai pengetahuan yang dapat menumbuh kembangkan serta memajukan peradaban
suatu bangsa dan Islam secara umum.
Maka mengembangkan lingkungan yang
bernuansa Islami dan bernilaikan pendidikan merupakan langkah awal dari
pengembangan pendidikan, dimana dari pendidikan tersebut dapat menghasilkan
berbagai macam ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan tersebut dapat
membangun peradaban dan kebudayaan tanpa menghilangkan nilai-nilai khazanah
Aceh dan Islam serta tidak bertolak belakang dengan perkembangan modernitas sebagaimana
peradaban-peradaban masa lalu yang pernah tergoreskan dalam sejarah Islam. Dan
awal untuk membangun peradaban berawal dari hati dan kepedulian.
0 komentar:
Posting Komentar
saya masih belajar mohon maaf bila bnyak salah dan kekurangan.