POLITIK AGAMA KUNCI KEBAHAGIYAAN
Dalam kamus bahasa indonesia, politik diartika sebagai pengetahuan ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, dan lain sebagainya. Dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
Kata politik telah dikenal sejak lama, ratusan atau bahkan ribuan abat yang lalu, misal nya saja kita dapat melihat hal dekat dengan kita yaitu pada zaman Rasulullah, cara kerja politik dan dampaknya sudah sangat jelas terlihat. Hingga pada akhirnya sepeninggal Rasulullah, yang pada masa itu terjadi perbedaan pendapat dan perdebatan, siapa yang pantas menggantikan Rasulullah untuk menjadi khalifah, dan walaupun akhirnya khalifah yang menggantikan Rasulullah terpilih dengan cara mufakat.
Bahkan sahabat Rasulullah yaitu Ali sempat berperang dengan isri Rasul sendiri yaitu Aisyah, hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh faktor politik salah satu nya. Jauh dari pada itu, kita juga dapat melihat pada saat terjadinya pembunuhan terhadap cucu Rasullah yaitu Hasan dan juga Husain, yang di karenakan juga oleh faktor politik, yang kemudianpada akhir nya berdirilah dinasri Ummayyah.
Kemudian selain dari itu timbulnya kelompok kelompok serta teologi teologi di dalam ajaran islam, seperti Khawarij, Murjiah, Muktazilah, dan lain sebagainya juga terdapat faktor politik di dalam nya. Kemudian lebih jauh lagi dari masa itu, kita juga dapat melihat dan mengenal politik di masa Orde Lama, kemudian Orde Baru, dan Reformasi hingga pada masa Demokrasi.
Sedikit gambar gambaran buruk tentang politik di masa terdahulu, akan tetapi kejadian yang terjadi di masa dahulu mungkin belum cukup menjadi pelajaran untuk memperbaiki diri agar kejadian buruk di masa yang lalu tidak terulang lagi, sehingga terciptanya negara yang mempunyai sistem, serta kinerja politik yang termanage dengan baik, dan sehingga pada akhir nya meminimalisir penyelewengan terhadap negara.
Di zaman era globalisasi ini memang sistem kenegaraan di dunia sudah banyak berubah, dari sistem monarki kepada republik, dan lain sebagainya. Sehingga terhindar dari perebutan kekuasaan dari keturunan sang pemimpin.
Akan tetapi tidak cukup dengan itu saja, akan tetapi impian untuk menghindari terjadi nya perebutan kekuasaan itu kini terus menerus berlanjut dengan cara yang berbeda pula, itu terjadi di dalam sistem politik kita, baik secara sadar maupun tidak dan secara langsung maupun tidak langsung.
Tuntutan kesejahteraan setiap umat, hawa nafsu, telah membutakan mata hati nurani, untuk mencapai impian yang bersifat individual, banyak para umat sekarang menghalalkan segala cara, bahkan memperjual belikan agama secara langsung maupun tidak langsung, sadar maupun tidak akan tetapi hal tersebut terus saja berlanjut.
Memang banyak orang yang ingin memperbaiki keadaan yang ada sekarang menjadi lebih baik dari sebelumnya, akan tetapi yang semula nya berniat memperbaiki malah terperosok kedalam suasana yang dimana ingin ia perbaiki, dan jikalaupun tidak terjerumus kedalam nya akan tetapi tidak dapat berbuat apa apa. Ibarat pepatah mengatakan “Bagaikan Buih di Tengah Lautan”, yang tak dapat berbuat apa apa, karena terlalu “bersihnya” sistem pemerintahan.
Katakanlah syariat islam di Aceh, Qanun Qanun Syariat, Rakan Wali Nangroe yang akan disusun dan lain sebagainya. Melihat serta menganalisis keadaan tersebut ternyata terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Syariat Islam berjalan “Cilet-Cilet” dan terkesan tidak berguna dan menghabiskan uang negara. Hal tersebut juga terdapat manipulasi politik yang berdampak sangat buruk bagi generasi penerus.
Syariat
Nafsu adalah sesuatu yang menyebabkan manusia lupa akan tujuan hidupnya, tidak berjalan nya syariat islam di Aceh misalnya; hal tersebut merupakan suatu keadaan umum yang sudah di ketahui sebab sebab dan juga faktor faktornya, yaitu karena kurang aktifnya para penegak hukum. Kemudia dari pada itu yang patut di persoalkan adalah faktor serta sebab kenapa para penegak hukum enggan untuk bekerja! Dan sekian banyak para pelanggar hukum kenapa hanya segelintir orang yang mendapat sanksi, ini merupakan hal yang pantas untuk menjadi persoalan dan dibahas.
Melihat dan menilik keadaan yang ada, serta di dukung oleh beberapa faktor, seperti media, baik cetak maupun elektronik. Ternyata yang menghambat hukum syariat di Aceh di karenakan oleh faktor dana untuk mendukung program program syariat, kemudian selain dari pada itu faktor penegak hukum syariat yang kurang berani mengambil tindakan, serta ada oknum penegak hukum syariat yang mencoreng institusi nya sendiri dengan melakukan tindakan tindakan yang dilarang oleh syariat seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu di Aceh Timur dan berbagai tempat lainnya di Aceh. Inilah yang dinamakan dengan “Nila Setetes Rusak Susu Sebelanga”.
Sehingga dengan berbagai alasan, para pelanggar syariat dengan sangat mudah menyalahkan dan menyerang balik para penegak hukum, seperti caci maki, hinaan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh nya; penegak hukum menangkap pelanggar syariat karena memakai pakaian non islami, kemudian pelanggar menjawab seharusnya bukan yang memakai pakaian non islami yang di tangkap akan tetapi penjual atau pedagang yang menjual busana non islami yang harus di tertibkan, atau bahkan ada yang lebih menyakitkan adalah pelanggar mengatakan kepada penegak hukum “seharusnya kalian hukum dulu teman kalian yang berkhalwal dan lain nya baru setelah itu kalian menangkap saya”. Karena kejadian tersebut maka penegak hukum menjadi ragu ragu dan enggan untuk menegakkan hukum.
Kemudian menanggapi pedagang yang menjual pakaian non islami, ternyata hampir semua pedagang di seputaran Banda Aceh dan Aceh Besar menjual pakaian yang tidak sesuai dengan standar islami. Bukan hal mudah untuk mengnti semua pakaian non islami kepada pakaian islami, ini memerlukan dana yang sangat banyak dan ketegasan pemimpin untuk bertindak menegakkan syariat yang kaffah.
Setelah peraturan tentang pedagang pakaian non islami diterapkan, kemudian muncul lagi berbagai masalah masalah yang menghambat, seperti yang terjadi di Melaboh, Aceh Barat. Setelah pemerintah dan penegak hukum bekerja keras untuk menegakkan syariat, ada pihak pihak serta oknum yang tidak senang dengan hal tersebut dengan berbagai alasan dan tindakan menolak syariat islam di Aceh, Melaboh pada khususnya.
Hal tersebut semuanya di karenakan faktor politik dan juga nafsu yang mementingkan diri sendiri dan tak mau rugi untuk kepentingan agama bahkan ada yang ingin mendapatkan untung untuk diri sendiri menggunakan agama, dan merugikan agama dan merugikan kemajuan syariat islam di masa mendatang di Aceh.
Tak ingin menyalahkan satu pihak. Melihat dari sudut pandang yang berbeda, penegakan hukum syariat islam juga tidak mendapat dukungan dari masing masing individu dan keluarga serta masyarakat, padahal yang sangat mempengaruhi penegakan hukum adalah keluarga dan masyarakat sekitar karena ini merupakan fondasi awal penagakan hukum. Kita dapat melihat pencegahan oleh pihak keluarga, sudah sangat minim, dan bahkan sudah tidak ada. Pada dasarnya yang sebenarnya yang harus dan lebih mudah melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran syariat adalah keluarga. Apabila keluarga dan masyarakat mengwajibkan anggota keluarga nya berpakaian islami maka pelanggar syariat akan berkurang dan secara tidak langsung kita telah meringan kan dan membantu para penegak hukum untuk menegakkan syariat islam di Aceh.
Keadaan saling menyalahkan seperti ini merupakan kejadian yang seharusnya tidak terjadi, introfeksi dan muhasabah diri merupakan hal yang paling mendukung untuk menegakkan syariat di Aceh. Serta saling menyukseskan program serta peraturan syariat sehingga tidak terjadi penegakan hukum secara sepihak. Seperti kata pepatah “seorang membangun seribu orang yang merusak”.
Dari lensa mata yang lain kita juga dapat melihat para wakil wakil rakyat berfikir serta bekerja keras untuk membuat hukum hukum, dan Qanun Qanun untuk tercapainya syariat islam yang kaffah.
Entah syariat islam yang “kaffah” yang bagaimana yang ingin mereka ciptakan, menilik Al Quran dan Al Hadist sebenarnya telah tertulis dan tercantum dengan jelas bagaimana hukum islam, serta hukum hukum yang harus di berikan kepada pelanggar.
Menuduh wakil wakil rakyat sebagai orang orang yang tidak mengetahui hukum hukum islam, itu sangat jelas tidak mungkin karena banyak di antara mereka yang paham tentang agama, bahkan tak menjadi aneh bahwa banyak ulama yang menjadi wakil rakyat. Jadi sangat mustahil bila seorang ulama tidak mengetahui tentang hukum islam. Mudah mudahan mereka dapat memberi yang terbaik kepada rakyat yang mereka wakilkan. Dan tidak hanya menjadi pemimpin yang mengabaikan amanah, serta tidak menjadikan agama sebagai alasan untuk mencari dan mencapai kebahagiaan yang bersifat individual, Dengan berbagai cara, termaksud dengan cara duduk mengadakan rapat dan sidang penyususnan undang undang (Qanun) yang menghabiskan dana yang begitu besar dan tanpa menghasilkan apa pun dan terkesan sia-sia.
Dan harapan terakhir mudah mudahan manusia manusia yang menggunakan agama untuk politik dan politik untuk agama demi untuk mendapatkan keuntungan individu moga moga cepat menyadarkan diri, banyak cara lain untuk mencapai kebahagiaan, tidak semata dengan mempolitisasi agama yang indah ini. WALLAHUA’LAMBISSAWAB.
0 komentar:
Posting Komentar
saya masih belajar mohon maaf bila bnyak salah dan kekurangan.